Sabtu, 03 Maret 2012

Bangunan Gedung TBT Diduga Di Mark Up

Posted by Realita Nusantara 18.08, under |

Terkuak Dalam Diskusi “Membedah Taman Budaya Tegal”
Bangunan Gedung TBT Diduga Di Mark Up


REALITA NUSANTARA – ONLINE. TEGAL
Tegal,  KOPI – Sebuah diskusi bertajuk Membedah Taman Budaya Tegal, sesungguhnya lebih mengarah kepada “mengadili” Ir Wahyudi, Kepala Dinas Pemuda Olahraga, Seni, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporasenbudpar) Kota Tegal Jawa Tengah. Dialah sebagai tokoh kunci yang paling bertanggungjawab terhadap pembangunan gedung Taman Budaya Tegal (TBT), yang dinilai banyak kalangan sarat dengan korupsi.
Konon, gedung TBT dibangun tidak sesuai masterplan awal yang dirancang tim perumus (tim kecil), terdiri dari seniman mumpuni di bidangnya, seperti Yono Daryono, seorang dramawan; Wowok Legowo, perupa dan arsitek; Yeye Haryo Guritmo, pengamat Kebudayaan dan H. Sisdiono Akhmad, S.Pd, mantan penyair.
Dugaan penyimpangan tersebut terungkap dalam sesi tanya jawab pada diskusi budaya yang diselenggarakan Dewan Kesenian Tegal, “Saya kecewa bengunan tidak sesuai gambar”, tutur Yono. Hal ini yang kemudian memicu polemik di kalangan seniman, khususnya mereka yang tidak dilibatkan dalam rancangbangun sebuah gedung yang tidak diharapkan sebagai pusat kajian, apresiasi serta kebudayaan pantura.
Dengan demikian tim perumus yang diketuai seniman PNS, Yono Daryono menjadi sasaran empuk rival-rivalnya yang dituduh sebagai biang kerok terhadap rendahnya mutu bangunan gedung TBT, secara estetika, diluar teknis fisik yang juga bermasalah buruknya konstruksi dengan mengabaikan bestek.
Bangunan gedung TBT pada termin pertama menghabiskan dana Rp 3,8 milyar, menyusul dana ubahan termin kedua Rp 1,5 milyar, menjadikan seniman-seniman di Dewan Kesenian Kota Tegal gerah. Selain keberadaan mereka tidak dilibatkan baik dalam pelaksanaan atau musyawarah, juga nampak adanya sekat-sekat yang membuat kedua kubu, komunitas seniman dalam wadah DKT (Dewan Kesenian Tegal) dan komunitas Yono Daryono (Kelompok seniman minoritas) semakin dirasakan tidak harmonis, bahkan cenderung berseberangan.
Menurut Monologer, Eko Tunas, hal ini sengaja dibuat skenario oleh oknum pejabat untuk memecah belah agar mereka menciptakan konflik. Dengan begitu ada capaian yang hendak diraih dari kondisi “panas” tersebut, yakni kepentingan individu yang mengarah pada materi.
Semua orang tahu pembangunan gedung TBT bermasalah, khususnya terhadap dana awal yang digelontorkan sebesar Rp 3,8 milyar. Konon, oleh kontraktor, Bambang Wuragil dari Semarang, sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Kota Tegal, kendati bangunan masih semrawut.
Kondisi bangunan tampak retak-retak, resplang terdiri dari kayu sengon dengan kualitas rendah, atap dari seng yang ditabur dengan serbuk jewawut, jika kena angin akan berkibar serta lantai 80% sudah dikeramik namun akan dibongkar setelah menerima masukan dari Murtidjono, pakar di bidang gedung pertunjukkan, lantai akan diganti dengan kayu jati adalah suatu pekerjaan mubadzir.
Secara keseluruhan bangunan sangat mengecewakan, namun mengapa Pemkot Tegal mau menerima begitu saja. Hal ini yang kemudian timbul pertanyaan publik, ada apa dengan dibalik pembangunan gedung TBT?
Dengan kondisi bangunan demikian itu, kembali Pemkot Tegal mengucurkan dana susulan yang diajukan ke DPRD, ujung-ujungnya direstui. Namun sampai saat ini belum cair. Nah, begitu mudahnya DPRD Kota Tegal menyetujui, tanpa mempertimbangkan polemik yang terjadi di tengah masyarakat yang menyoroti dugaan “korupsi” proyek gedung TBT. Ada permainan apa pula di gedung Dewan?
Polemik tetap polemik, kendati Wahyudi diduga membungkam oknum seniman Rp 400 juta. Dan fitnah terus ditebar oleh sebagian orang yang kecewa terhadap kinerja tim perumus, sehingga wajar jika Yono menjadi berang. “Yang ingin aku tahu oknum seniman yang dapat jatah Mas. Soalnya, kini muncul fitnah diantara kami. Jujur, aku yang capai kok orang lain yang bermain”, ujar Yono dalam SMS-nya kepada Koran Pagi belum lama ini. Tetapi bukan berarti Yono ingin pula merasakan kecipratan “Japrem” alias Jasa Preman.
Diskusi dengan pembicara Ir. Wahyudi, Murtidjono dan Eko Tunas dengan moderator Nurhidayat Poso. Murtidjono sengaja didatangkan oleh Dewan Kesenian Tegal (DKT) dari Solo sebagai pakar dalam pengelolaan taman kebudayaan, dengan pengalaman 26 tahun sebagai Ketua Taman Budaya Surakarta (TBS), tentu menjadi masukan berarti. Kehadiran Wahyudi patut dihargai sebagai narasumber utama, yang mengetahui, seluk beluk pembangunan gedung TBT, termasuk aliran dana, meski kehadirannya sudah diprediksi sebagai tumbal untuk “diadili”.
Beberapa seniman yang menggugat perihal gedung TBT adalah Eko Tunas yang juga sebagai pembicara. Menurut Eko Tunas, Wahyudi harus disumpah, kemana aliran dana itu bermuara? Saat dicecar pertanyaan, Wahyudi menepis, “tidak ada dana untuk Japrem”, ujarnya.
Jelas ini isu oknum yang oleh Eko disebut-sebut sebagai antek-antek orde baru. Sesungguhnya tidak ada asap kalau tidak ada api. Isu itu bisa saja benar, tetapi bukankah budaya sumpah demi tuhan menjadi santapan sehari-hari para pejabat dalam mengelak sebuah persoalan?
Tetapi sumber yang dapat dipercaya mengatakan, dana Japrem itu ada. Hal ini dikuatkan salah satu tokoh seniman yang mengakui, bahwa ia demi tuhan tidak menerima dana sebesar itu (Rp 100 juta-red) tetapi katanya kalau Rp 20 hingga Rp 30 juta ia menerimanya.
Tetapi Ir. Wahyudi satu-satunya orang yang terpojok oleh rentetan pertanyaan, baik dari Eko Tunas maupun Yono Daryono yang memang tidak bisa dijawab dengan baik oleh Wahyudi. Sebab, fakta lebih berbicara ketimbang apologi seorang. Bola panas itu telah menggelinding yang merupakan bom waktu.       (hengki)***




Sumber: Koran Pagi (Kopi); Edisi 64/Tahun IV; 10-25 Mei 2010; Hal 7***
Foto-Foto: Ist***

Tags

BLOG ARSIP

BIAYA IKLAN

BIAYA IKLAN
=== Terima Kasih atas partisipasi Anda dalam membangun kemitraan dengan kami ===

INDRAMAYU POST

Blog Archive

PROFIL

REALITA NUSANTARA Email: realitanusantara@yahoo.com

Pengurus SWI

Pengurus SWI
DEWAN PIMPINAN CABANG SERIKAT WARTAWAN INDONESIA (SWI)