This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Sabtu, 27 Agustus 2011
LSM LP2KHN Minta Aparat Hukum Bertindak Tegas
Posted by Realita Nusantara
04.16, under DKI JAKARTA |
LSM LP2KHN Minta Aparat Hukum Bertindak Tegas
Pejabat Pemda Barito Selatan Terlibat Mafia Pembebasan Lahan
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, MI – Pembebasan lahan untuk perluasan wilayah operasional tambang batubara PT. ADARO INDONESIA di Desa Rangga Ilung, Kabupaten Barito Selatan (Barsel), melahirkan kontroversi antara dua kelompok masyarakat Desa Rangga Ilung, yakni kelompok 45 dengan kelompok 66. Kelompok 45 dan kelompok 66 masing-masing mengklaim sebagai pemilik lahan yang luasnya kurang lebih 2.500 hektar yang dibebaskan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Barsel melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 442 Tanggal 2 mei 2008 Tentang Perubahan kedua SK Bupati Barsel, Nomor 338 Tanggal 7 Juli 2008 Tentang Pembentukan Tim Penentuan Dan Inventarisir Kepemilikan Lahan Masyarakat Desa Rangga Ilung dalam rangka perluasan wilayah operasional tambang Batubara PT. ADARO INDONESIA Site Klanis seluas 200 hektar dengan ganti rugi sebesar Rp 13,8 miliar.
Proses pembebasan lahan diduga direkayasa, karena dalam proses pelaksanaan pembebasan lahan untuk perluasan wilayah operasional PT. ADARO INDONESIA itu tidak melibatkan Masyarakat Kelompok 45 sebagai pemilik lahan, tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buntok dan juga tidak melibatkan Polres Buntok, sebagai saksi pelayanan masyarakat, dan uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 13,8 miliar diserahkan kepada kelompok yang tidak berhak, yakni Kelompok 66.
Mulusnya proses rekayasa diduga karena adanya keterlibatan pejabat Pemda Kab. Barsel sehingga dapat diatur. Selain itu rekayasa dilakukan dengan menggunakan surat-surat tanah yang hilang milik kelompok 45 yang disimpan oleh Kepala Desa Jamnasir (alm) yang diduga jatuh ke tangan Syahruni, anggota Kelompok 66. Surat tersebut diduga digunakan sebagai dasar untuk menerima ganti rugi dari PT. ADARO INDONESIA, padahal Kelompok 45 dan Masyarakat Desa Rangga Ilung lainnya tidak pernah memberikan kuasa dan menyerahkan surat tanah mereka kepada Syahruni yang mengaku membentuk kelompok 66 mewakili masyarakat Rangga Ilung untuk menerima ganti rugi, menjual atau mengalihkan lahan kelompok 45 kepada PT. ADARO INDONESIA Site Klanis.
Melalui kuasa hukumnya, Jopie Yusuf, SH, MH, kelompok 45 telah melaporkan kepada Mabes Polri tentang dugaan penyerobotan, penipuan, penggelapan yang diduga dilakukan oleh pejabat Pemda Barsel bersama-sama dengan kelompok 66, dengan Nomor Pol: LP/K/431/VII/2010 Bareskim Mabes Polri tanggal 19 Juli 2010. Mabes Polri telah melimpahkan masalah tersebut kepada Polda Kalteng sebagai wilayah Tempat Kejadian Perkara (TKP), dan saat ini sedang dalam proses penyidikan Dit Reskim Polda Kalteng terhadap saksi-saksi, antara lain Iswan Sujarwo, Deputi Jenderal Manager PT. ADARO INDONESIA, Sisiani, Manager Pembebasan Lahan PT. ADARO INDONESIA dan Syahruni, yang menerima uang ganti rugi lahan Rp 13,8 miliar mewakili kelompok 66, sedangkan saksi pelapor dari Kelompok 45 antara lain, H. Etel, Badarudin, Untung I.
Hal tersebut dijelaskan oleh Jopie Yusuf, SH, MH, Kuasa Hukum Kelompok 45 kepada MI di Jakarta, Kamis (21/4) yang baru lalu. Jopie Yusuf, SH, MH, yang juga Sekjen DPP Lembaga Pemantau Pengelolaan Keuangan dan Harta Negara (LP2KHN), meminta aparat hukum dan Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah supaya menindak tegas praktek mafia tanah di Desa Rangga Ilung yang merugikan masyarakat.
“Bagi mereka yang terlibat terutama aparat Pemda Barsel yang menyalahgunakan wewenangnya sehingga merugikan masyarakat supaya diusut tuntas, dan pemasukan pajak atas pembayaran ganti rugi pembebasan lahan oleh PT. ADARO INDONESIA sebanyak Rp 13,8 miliar juga harus diusut, itu wajib dibayar kepada negara,” tegasnya.
Yopie Yusuf, SH, MH, juga mengatakan akan melakukan kerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah, dan akan melaporkan semua temuan sesuai dengan bukti-bukti yang ditemukan kepada Mabes Polri, KPK, Kejaksaan Agung. (Red)***
Sumber: Koran METRO INDONESIA; Edisi 354: Tahun ke-VII; Senin 25 April-01 Mei 2011; Hal 1
Foto-fot: Ist***
Anggaran Diduga Menguap Rp 4 M
Posted by Realita Nusantara
02.09, under DKI JAKARTA |
Anggaran Diduga Menguap Rp 4 M
Proyek Sudin PU Tata Air Jakpus Amburadul
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, MI – Pelaksanaan anggaran sekitar Rp 55,050 miliar di Suku Dinas Pekerjaan Umum (Sudin PU) Tata Air Kota Administrasi Jakarta Pusat tahun 2010 lalu amburadul, banyak proyek yang tidak selesai pada waktunya, sesuai dengan batas kontrak kerja. Akibatnya, sejumlah saluran air tersumbat, menimbulkan kemacetan arus lalu lintas dan kesemrautan lingkungan.
Kasudin PU Tata Air Kota Administrasi Jakarta Pusat, Ir Agus Priyono, M.Sc tidak berani menyita jaminan pelaksanaan dan memblack list perusahaan yang tidak sanggup melaksanakan pekerjaan, seperti yang dilakukan oleh Sudin PU Tata Air Kota Administrasi Jakarta Timur. Berdasarkan pengumuman Sudin PU Jakarta Timur No. 94/1.793 Tanggal 29 Maret 2011, ada 10 perusahaan uang diblack list, setelah jaminan pelaksanaannya sekitar Rp 2,5 miliar disita untuk negara.
Pada tahun anggaran 2011 ini, dari total anggaran 52,190 miliar di Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat, diantaranya anggaran swakelola sekitar Rp 19,590 miliar, dan pelelangan umum sekitar Rp 29,595 miliar. Sedangkan sisanya merupakan penunjukkan langsung (PL)/Pemilihan Langsung (PML), jasa perencanaan dan pengawasan, serta pengadaan ATK.
Berdasarkan data yang dihimpun Forum Komunikasi Jurnalis Indonesia (FOKJI), dari 37 paket proyek fisik yang dilelang umum oleh Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat tahun 2010 lalu, pada umumnya perusahaan (rekanan) pemenang menawar 95% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS/OE) panitia.
Sejumlah rekanan dan karyawan di lingkungan Kantor Walikota Jakarta Pusat ramai membicarakan hal tersebut. Disebutkan, para perusahaan yang menang menyetor fee sekitar 8 persen dari harga dasar penawaran. Sehingga FOKJI memperkirakan terjadi penguapan anggaran sekitar Rp 4 miliar di Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat pada tahun 2010 lalu. “Jumlah itu, hanya dari fee perusahaan pemenang, belum termasuk biaya lainnya, dan penggunaan anggarab swakelola sekitar Rp 10 miliar, tidak jelas,” ungkap R. Pangaribuan salah seorang pengurus FOKJI di Jakarta, Kamis (20/4).
Pangaribuan menduga, Kasudin Agus Priyono tidak berani menyita jaminan pelaksanaan dan memblack list perusahaan yang tidak sanggup mengerjakan proyek tersebut, karena adanya setoran fee 8 persen melalui koordinator yang ditunjuk panitia lelang.
Dari 10 perusahaan yang diblack list Sudin PU Tata Air Jakarta Timur, dua diantaranya, yaitu PT. “TSJ” yang melaksanakan proyek pada peningkatan saluran kawasan Kelurahan Kramat, dengan penawaran Rp 932.115.884,- (95,72%) dari HPS Rp 981.190.000,- dan PT. “KUJ” yang melaksanakan proyek pada peningkatan saluran kawasan Achmad Yani dengan penawaran Rp 2.509.577.228,- (92,45%) dari HPS Rp 2.714.500.000,-
Dilapor Ke Polda Metro Jaya
Berdasarkan hasil survey FOKJI, ada sekitar 7 lokasi proyek Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat yang tidak selesai dikerjakan, ditinggalkan begitu saja. Hal ini membuat sejumlah warga resah. Proyek yang terbengkalai itu antara lain; normalisasi saluran Jl. Sadar 4 Ljt, dengan harga penawaran Rp 218.127.246,- (89,94%) dari HPS Rp 242.500.000,- oleh PT. “ASJ”, normalisasi saluran Jl. Suprapto Ljt. (Galur) dengan penawaran Rp 836.751.381,- (94,95%) dari HPS Rp 881.250.000,- oleh PT. “SPP”, normalisasi Jl. Suprapto Sentiong-Rawa Kerbo, dengan penawaran Rp 772.161.409,- (94,95%) dari HPS Rp 813.170.000,- oleh PT “DKD”.
Kemudian, proyek normalisasi Saluran Kawasan Sedang (dari Batas Sal. PHB s/d Bendungan Jago) Ljt, hanya selesai sekitar 50%, tetapi pencairannya diduga 100 persen pada akhir tahun 2010 lalu, dengan nilai proyek sekitar Rp 558.175.913,-. Proyek peningkatan saluran Karet Tengsin dengan harga penawaran Rp 1.089.794.000,- (92,39%) dari HPS Rp 1.179.500.000,-, oleh PT. “SGJ”, juga tidak selesai dikerjakan sampai akhir tahun 2010. Demikian juga proyek peningkatan saluran Kawasan Kelurahan Kramat dengan penawaran Rp 932.115.884 (95,72%) dari HPS Rp 981.190.000,- oleh PT “TSJ”, tidak selesai dikerjakan.
Menurut FOKJI, perusahaan pemenang pada 37 paket proyek di Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat tersebut diusulkan oleh panitia yang diketuai oleh Ir. Rohade dan Sekretaris Nelson Simanjuntak. Kemudian Kasudin Agus Priyono menetapkan pemenang dengan penawaran yang hampir mendekati HPS, tanpa mempertimbangkan penawaran perusahaan yang lebih rendah, yang menguntungkan keuangan Negara.
“Hal ini sudah kuat indikasinya adanya persekongkolan pengaturan pemenang yang merugikan keuangan Negara. Ini bertentangan dengan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pasal 5 (f) dan Pasal 49 (2) b pada Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu; perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa dan panitia/pejabat melakukan persekongkolan,” ungkap Pangaribuan.
Menurut sejumlah sumber, adanya dugaan persekongkolan pengaturan pemenang yang merugikan keuangan Negara ini sudah pernah dilaporkan oleh salah satu LSM ke Tipikor Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, namun sampai saat ini belum diperoleh penjelasan, sampai sejauh mana pengusutannya.
Sementara itu, Kasudin Agus Priyono, dan Kasi Perencanaan dan Pelayanan Masyarakat Ir. Hj. Sisca Hermawati, MT yang berungkali dihubungi FOKJI untuk konfirmasi tidak berhasil.
FOKJI mengungkapkan, selain adanya persekongkolan pengaturan pemenang pada proyek fisik, hal yang sama juga terjadi pada proyek konsultan perencanaan. “Semua konsultan perencanaan jatuh ke tangan oknum rekanan binaan Hj. Sisca,” ungkap Pangaribuan mengutip pengakuan sejumlah rekanan. (Tim)***
Sumber: Koran METRO INDONESIA; Edisi 354: Tahun ke-VII; Senin 25 April-01 Mei 2011; Hal 1
Foto-fot: Ist***
Pengawas Sudin Nakertrans Pemkoad Jaktim Diduga Terima Upeti
Posted by Realita Nusantara
01.35, under DKI JAKARTA |
Pengawas Sudin Nakertrans Pemkoad Jaktim Diduga Terima Upeti
PT. KIM dan PT. Gratama Baru “Rampas” Hak Buruh
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, MI – Sejumlah karyawan PT. Kemasan Indah Maju (KIM) di Jln. Rawaterate II, No.16 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, khawatir akan kepastian dan kelangsungan hidupnya. Pasalnya, mereka (karyawan) tidak mendapat kejelasan status sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku, sebab PT. KIM melakukan praktek perekrutan karyawan melalui jasa outsourcing.
Seperti diketahui, kerja kontrak dengan outsourcing tidak menciptakan kepastian kerja dan telah melanggar ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor. 13 tahun 2003, pasal 59 ayat 2, yang mengatakan bahwa perjanjian kontrak kerja kontrak untuk waktu tertentu tidak dapat dibuat untuk pekerjaan yang bersifat tetap terus-menerus, tidak putus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Dan pasal 66, dijelaskan pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa (outcourshing) hanya boleh digunakan untuk pekerjaan penunjang seperti, cleaning service, security, supir bis jemputan, cathering, dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan mesin produksi.
System hubungan kerja kontrak dan outcourshing yang diterapkan oleh PT. KIM di Kawasan Industri Pulogadung masih diberlakukan hingga saat ini. Menurut informasi yang yang dihimpun MI dari puluhan karyawan PT. KIM, mengatakan, pembayaran upah pekerjaan buruh di perusahaan ini ada dua bagian dan sebagian besar menerima gaji melalui PT. Gratama Baru di Kabupaten Bekasi. Jadi kalau setiap awal bulan, ratusan karyawan pekerja PT. KIM harus kehilangan gajinya untuk biaya mengambil gaji ke PT. Gratama Baru yang berada di Jln. Hasanudin No.I. Blok, A26 Plaza Metropolitan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, padahal sebagian besar domisili karyawan tinggal di Pulogadung.
“Ongkosnya saja kalau sewa ojek dari Pulogadung ke Bekasi sudah Rp 100.000,- itupun yang kenal tukang ojeknya. Kalau tidak kenal tukang ojeknya lebih mahal lagi. Padahal karyawan pekerja lainnya bisa menerima gajinya di PT. KIM. Anehnya lagi Bang, upah karyawan yang menerima gaji di PT. Gratama Baru Bekasi lebih kecil daripada upah karyawan yang menerima gaji di PT. KIM, padahal kerjanya sama-sama di bagian produksi dan waktu kerjanya pun sama,” ujara beberapa karyawan saling mengamini.
Selain itu menurut mereka, karyawan yang menerima gaji dari PT. Gratama Baru Bekasi dikenakan pemotongan gaji besarnya mulai Rp 350.000,- hingga Rp 400.000,- setiap penerimaan gaji. Dan hal ini sudah berlangsung lama namun pihak pengawas Sudin Nakertrans Jakarta Timur tidak bertindak apa-apa. “Kuat dugaan setiap pengawas yang datang ke PT. KIM pulangnya mendapatkan upeti saja Bang,” ketus mereka.
NA, salah satu karyawan PT. KIM yang baru selesai menerima gaji di PT. Gratama Baru, di Jln. Hasanudin No.1 Plaza Metropolitan Tambun Selatan, kepada MI, mengatakan, pada bulan pertama gajinya dipotong sebesar Rp 350 ribu, demikian juga pada bulan kedua dengan jumlah potongan yang sama. “Padahal gaji saya tidak seberapa. Tidak tahu kalau kalau gajian bulan berikutnya nanti juga masih akan dipotong karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya,” keluh NA.
Menanggapi hal tersebut LSM Lembaga Pemantau Pengelolaan Keuangan dan Harta Negara (LP2KHN), Galensong ST, mengatakan bahwa PT. KIM dan PT. Gratama Baru sudah sangat keterlaluan. “Tindakan PT Gratama Baru dan PT. KIM bukan pemotongan gaji lagi namanya, tapi sudah perampokan hak buruh. Sudah terlalu berani PT. KIM memberikan gaji karyawannya melalui PT. Gratama Baru yang berada di Kabupaten Bekasi. Jangan-jangan PT. KIM sengaja melakukan itu upayamenghindari UMK Prov. DKI, atau sengaja dilakukan PT. KIM untuk menghindari pembayaran pajak Pph pasal 21,” katanya.
Untuk itu Galensong meminta agar pengawas Sudin Nakertrans Jakarta Timur bertindak tegas dan memeriksa ijin operasional PT. Gratama Baru dan PT. KIM karena jelas sudah melanggar Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Diminta kepada Kasudin Nakertrans Pemkoad Jakarta Timur sebagai penegak UUK supaya segera menindak manajemen PT. KIM dan mencabut ijin operasional PT. Gratama Baru,” imbuhnya.
Sementara itu Kasudin Nakertrans Jakarta Timur tidak berhasil ditemui untuk diminta keterangan. Demikian juga Kasi Kepegawaian Sudin Nakertrans Jaktim, Hikmah tidak ada di tempat, namun salah satu stafnya mengatakan akan mengecek hal tersebut ke PT. KIM. (Red)***
Sumber: Koran METRO INDONESIA; Edisi 354: Tahun ke-VII; Senin 25 April-01 Mei 2011; Hal 1
Foto-fot: Ist***
Anggaran Pembebasan Tanah Rp 1,3 M Diduga Raib
Posted by Realita Nusantara
01.04, under LAMPUNG BARAT |
Anggaran Pembebasan Tanah Rp 1,3 M Diduga Raib
REALITA NUSANTARA – ONLINE. LAMBAR
Lambar, MI – Pada Tahun Anggaran 2010 lalu Pemerintah Kabupaten Lampung Barat mengadakan kegiatan pengadaan tanah, yakni untuk perluasan lahan Masjid Al-Mansyur Liwa dan untuk kelompok wanita tani (KWT) di Lumbok. Namun kedua bidang tanah tersebut sampai saat ini belum diketahui dengan jelas dimana tempatnya, padahal kegiatan ini masuk dalam anggaran APBD.
Dana yang dikeluarkan untuk proyek ini senilai Rp 1,3 Miliar. Sebesar Rp 300 juta untuk pengadaan tanah KWT Lumbok dan Rp 1 Miliar untuk pengadaan tanah perluasan Masjid Al-Mansyur Liwa. Kalau dilihat dari jumlah dana yang lumayan besar ini, mustahil Pemda kesulitan untuk membebaskan tanah, sebab harga tanah di Lambar masih terhitung murah.
Menurut pantauan MI di lapangan, perluasan lahan Masjid Al-Mansyur hingga kini belum ada perubahan. Lokasinya masih seperti lokasi sebelumnya.
Sejumlah pihak menduga, anggaran proyek untuk pembebasan lahan tersebut sudah dicairkan dari kas daerah dan proyek tidak dikerjakan sama sekali alias fiktip.
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Lambar, Drs. Imtizal, saat dikondirmasi terkait kedua proyek tersebut, menyebutkan, penyerapan dana sebesar Rp 1,3 miliar untuk untuk kegiatan pengadaan itu dialihkan ke tempat lain, namun ia mengaku tidak mengetahui lokasi pembebasan yang dialihkannya. “Saya tidak tahu, coba saudara tanya ke tempat lain,” kata Imtizal berkilah
Diduga keras dana tersebut sudah raib oleh oknum-oknum tertentu. Bahkan ada indikasi adanya oknum pejabat yang sengaja menjadikan uang rakyat tersebut sebagai ladang melakukan korupsi. (HRI/Sur)***
Sumber: Koran METRO INDONESIA; Edisi 354: Tahun ke-VII; Senin 25 April-01 Mei 2011; Hal 1
Foto-fot: Ist***