Selasa, 07 Juni 2011

TENDER DI BINA MARGA DIDUGA SUDAH DIKONDISIKAN

Posted by Realita Nusantara 10.18, under |

Pemenang Tender Proyek Banprov Harus Setor 12 Persen
TENDER DI BINA MARGA DIDUGA SUDAH DIKONDISIKAN


REALITA NUSANTARA – ONLINE. INDRAMAYU
Indramayu, Inti Jaya Sejumlah pengusaha dan kontraktor lokal asal Kabupaten Indramayu mengeluh atas dibukanya tender proyek APBD dan Banprov yang dinilai berjalan tidak fair dan kental terjadinya ‘main mata’. Para pengusaha menilai, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang telah dijalankan untuk sistem tender di Kabupaten Indramayu dianggap tidak efektif dan belum sempurna mengingat masih banyak celah ‘permainan’ yang dilakukan oleh oknum panitia lelang dan oknum birokrasi dinas yang punya Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam menentukan pemenang.
Ivan A, salah satu pengusaha lokal asal Indramayu secara tegas mengkritik kebijakan panitia dan oknum dinas di Bina Marga yang dinilai telah bermain mata dalam pengondisian tender tahun ini baik tender yang menggunakan dana APBD, Banprov maupun APBN. “Kami kecewa, ternyata sebelum tender dibuka, semua proyek yang bakal ditenderkan diduga sudah ada merk-nya alias sudah ada yang punya. Caranya, proyek-proyek yang bakal digelar itu sebelumnya sudah di job, dan ini jelas berbau KKN. Kami beberkan, yang mencolok adalah pengkondisian tender di Dinas Bina Marga yang digelar April 2011 lalu,” tegas bang Ivan
Atas terjadinya indikasi KKN, dirinya bersama sejumlah puluhan kontraktor terpaksa tidak mengajukan penawaran, karena dinilai percuma dan hanya buang-buang waktu jika mengajukan pendaftaran tender karena semua proyek ada merk-nya alias sudah di job dan ada yang punya. Selain itu, dirinya juga tadak akan tinggal diam untuk melakukan investigasi dan protes langsung ke panitia lelang dengan adanya dugaan pengondisian tersebut. “Sistem pertenderan di Indramayu ini kami nilai sudah rusak. Maka kami tidak akan tinggal diam untuk meluruskan demi kebaikan bersama. Siapapun yang bermain mata, kami akan catat dan selanjutnya kami laporkan ke pihak berwajib untuk ditindaklanjuti,” tegas Ivan yang juga anggota Gapensi Kabupaten Indramayu.
Menurut Bang Ivan, jika sistem LPSE tidak berjalan baik dan ada hambatan, sebaiknya untuk sementara waktu digunakan kembali sistem konvensional, agar tender yang bakal digelar bisa secepatnya dibuka. Karena, penggunaan wajib LPSE ini juga diberlakukan untuk tahun 2012. “Jika dipaksakan dengan sistem LPSE dan perangkat pendukungnya belum siap, ini sama saja menghambat pembangunan. Banyak tender yang sudah molor akibat tidak siapnya panitia lelang dan kontraktor atas sistem elektronik ini,” ujar mantan Ketua Dewan Kesenian Indramayu, (DKI), bang Ivan gamblang
Kritikan pedas soal terjadinya indikasi KKN, dilontarkan pengusaha lainnya, Solehudin. Menurutnya, untuk tender proyek Banprov ini diduga kuat telah terjadi pengondisian dan main mata antara panitia lelang, oknum pejabat dinas dan kontraktor yang berani mengeluarkan uang sogokan sebesar 10-12 persen dari nilai tender. “Kami punya bukti-buktinya, dan siapa saja oknum pejabat dinas dan oknum panitia lelang yang bermain dalam pengondisian tender Banprov, nama-namanya sudah kami kantongi. Silahkan teman-teman pers juga ikut menyelidiki, kami melihat peran salah salah seorang pejabatsekelas Kabid (Kepala Bidang) sangat mencolok dan menonjol, terutama yang terjadi di Dinas Bina Marga dan PSDA Tamben,” ungkap Solehudin yang juga menjabat sebagai Ketua HIPSI Kabupaten Indramayu. Menurut Solehudin, atas dugaan ini, sebaiknya pihak yang berwenang, baik unsur dari Kepolisian maupun Kejaksaan jangan tutup mata agar masalah pengondisian proyek Banprov ini bisa segera terbongkar dan terputus jika pelaku yang terlibat bisa diadili.
Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Indramayu, H. Soen Soedjarwo kepada Inti Jaya menegaskan bahwa tender yang sudah digelar berjalan sesuai aturan yang ada dan dijamin tidak ada rekayasa, apalagi dikondisikan. Menurutnya, tudingan miring dari rekan-rekan kontraktor dan pengusaha itu dinilai wajar, mengingat itu adalah bentuk kekecewaan yang bisa dipastikan dari ekses kontraktor yang tidak menang dalam tender. “Hal ini biasa terjadi, karena jumlah proyek yang ditenderkanmelebihi dari jumlah pengusaha yang telah daftar mengajukan penawaran. Jadi tidak benar dan sangat keliru jika kami bisa mengondisikan tender karena semua yang daftar melalui LPSE,” tegas H. Soen Soedjarwo.
Salah satu panitia lelang, Suryono menegaskan, jika ada yang janggal dalam sistem tender yang berjalan, pihaknya membuka lebar-lebar bagi semua pengusaha untuk bersama-sama mengecek data dan membuka dokumen yang masuk lewat sistem elektronik, tentunya sesuai keterbatasan dan aturan yang dibolehkan. Selain tiu, sebagai bentuk transparansi panitia juga bersedia untuk menerima masukan dari pemborong, termasuk jika diprotes atas adanya kekeliruan. “Perlu dicatat, dengan sistem LPSE ini, jika dalam ketentuan harus memasukan A sampai K, tapi yang dimasukan hanya dari A sampai J, itu dengan sendirinya pasti batal. Jadi kalau tidak muncul dipenawaran, jangan salahkan kami panitia lelang, karena ini adalah sistem elektronik. Jadi tidak benar kalau kami dituding terlibat pengondisian dan KKN, apalagi jika dikaitkan dengan pengondisian 10 persen untuk tender Banprov,” tegas Suryono yang ditemui Inti Jaya, Kamis (19/5) usai menghadiri rapat kordinasi di Dinas Cipta Karya.  (Cho/MS)***

Sumber: Inti Jaya; Edisi: 2958, Tahun ke 40, 24-30 Mei 2011; Hal 5 Gema Nusantara

KEPALA BBWS CITANDUY MENGHINDAR DIKONFIRMASI

Posted by Realita Nusantara 09.58, under |

REALITA NUSANTARA – ONLINE. CIAMIS
Ciamis, Medikom – Ada apa dengan Kepala BBWS Citanduy Syahrial Ahmad ST MSc. Apakah kemampuannya hanya menghindar dan melemparkan tanggung jawab ke bawahannya? Faktanya, Syahrial Ahmad malah terkesan menghindar saat hendak dikonfirmasi wartawan, baru-baru ini. Malah mencoba melimpahkan untuk ditanggapi bawahannya, yakni Kabid Pelaksana jaringan Pemanfaatan Air, Ir Fathorracham Dipl HE. Diduga dirinya merasa terpojok dan tak siap menanggapi adanya dugaan proyek di lingkungan BBWS Citanduy tahun anggaran 2011 hanya dikuasai kontraktor tertentu. Hal tersebut pernah dimuat Medikom pada edisi 415, dengan judul “Proyek di BBWS Citanduy Diduga Dikuasai Kontraktor tertentu”.
Sikap itu pun mendapat kecaman keras, bukan hanya dari kalangan pers, tapi termasuk tokoh masyarakat dan beberapa rekanan yang biasa mengerjakan proyek di BBWS yang beralamat di Dobo, Kota Banjar, Jawa Barat.
Dugaan mereka menguat, jangan-jangan benar ada permainan dalam proses lelang maupun penunjukkan. “Jangan sampai penyelenggaraan program maupun proyek yang dilaksanakan itu sulit untuk diketahui publik,” ujar Dino, nama singkatan seorang yang biasa mengerjakan proyek dan mengamati kegiatan di BBWS Citanduy.
Sikap tertutupnya menimbulkan curiga besar di publik. Diduga ada ketidakberesan dalam melaksanakan program tahun anggaran 2011. “harusnya selaku pimpinan yang baik, demi tujuan pelayanan yang, haruslah bisa menghargai dan memberikan respons positip pada setiap yang membutuhkan,” sesal Dino.
Tim Medikom yang sebelumnya disuruh menunggu (hingga berjam-jam dengan alasan sedang rapat tertutup dengan pihak pejabat BBWS tertentu). Syahrial Ahmad dengan mudah melemparkan untuk ditanggapi oleh Fathorracham, selaku kabid.
Ir Fathorracham Dipl HE, yang mendapat mandat langsung dari Kepala BBWS guna menjawab pertanyaan tim Medikom, Selasa (3/5), di ruang kerjanya, malah mengajak beradu argumen membedah UU nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Seakan (pura-pura) tidak tahu maksud dan kedatangan wartawan ---meski menggenggam Medikom Edisi 415--- Fathorracham tiba-tiba mengatakan. “Bukannya Anda itu sudah kenal dengan beberapa PPK di lingkup BBWS. Kenapa memuat berita seperti ini?” Dengan perkataan lirih dia menyiratkan jika wartawan itu seharusnya bermitra.
Pada kesempatan itu dia pun berargumen bahwa UU Nomor 14 Tahun 2008 baru sebatas UU, belum ke PP hingga ke peraturan yang terendahnya. Meski sudah jelas dalam UU Nomor 14 tahun 2008 bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang serta merupakan ketahanan nasional. Sedang untuk memperoleh informasi merupak hak asasi manusia dan keterbukaan publik salah satu ciri penting negara yang demokratis. “Itu belum ke PP, dan untuk membahasnya harus ada PP-nya, atau aturan yang lebih rendah lagi,” kata Fathorrachman.
Sedang soal anggaran tahun 2011 serta kegiatan apa saja, fathorrachman melah mengatakan, “Kalau anda ingin data, silahkan saja download di internet, melalui situs www.pu.co.id. Semua ada di situ!”
Maka tetap “jauh panggang dari api”. Tetap tidak mau dirinya membahas soal kuatnya dugaan proyek di lingkup BBWS khususnya di Bagian Sungai dan Pantai, yang melalui paket penunjukkan, hanya dikuasai kontraktor tertentu.
Sebagaimana diuraikan dalam pemberitaan, pengadaan barang/jasa di Bagian PPK Sungai dan Pantai melalui penunjukan, diduga hanya dikuasai kontraktor tertentu. Di antara indikasinya ialah adanya ketidakjelasan seputar paket penunjukan. Sehingga satu CV ditemukan mendapat pekerjaan di beberapa titik berbeda. Tentu ini menimbulkan kecemburuan bagi rekanan yang tidak mendapatkan pekerjaan. “Padahal, pengusaha yang biasa bermain di BBWS Citanduy itu cukup banyak,” kata beberapa pengusaha/rekanan.
Fathorrachman pun menyayangkan pernyataan PPK Sungai dan Pantai Ahmad Khomaedi, “Harusnya tidak demikian diucapkan ke pihak pers. Yang mana kepentingannya untuk kepentingan publik. Meski demikian, itu juga tetap merupakan hak dirinya dalam memberikan penjelasan ke pihak pers,” katanya.
Disinggung data pelaksanaan pekejaan guna penjelasan atas ramainya perbincangan di luar kantor BBWS Citanduy (tentang diistimewakannya kontraktor tertentu). Fathorrachman malah mempersilahkan untuk menemui Ahmad Khomaedi selaku PPK Sungai dan Pantai.
Di tempat terpisah, masih di hari yang sama, Ahmad Khomaedi yang akrab disapa Komet, di ruang tamunya, mengakui jika hal ini disebut KKN dalam menentukan pemenang/penggarap proyek penunjukan. Akan tetapi, kata Komet, KKN-nya atas dasar kepercayaan dan pengamatan pihak mereka selama ini, sehingga mengetahui rekanan mana saja yang bisa dipercaya. Jika disebut KKN, kata dia, dalam penjelasan yang seperti itu. “Tidak untuk mencari keuntungan pribadi maupun sesaat, melainkan atas dasar kepercayaan sebelumnya yang biasa mereka kerjakan,” tegasnya.
Saat diminta data yang lebih otentik, Komet keberatan, sebab menjadi tanggung jawabnya selaku PPK Bagian Sungai dan Pantai tahun anggaran 2011. Khomaedi hanya bisa memperlihatkan data lembar pekerjaan swakelola TA 2011 SNVT PJSA Citanduy, dengan syarat tidak diperbolehkan dibawa. Demi keakuratan data serta untuk pemahaman publik, akhirnya wartawan sedapat mungkin menyalinnya.
Di kalangan pengusaha, beberapa tokoh masyarakat dan pemerhati-pemerhati anggaran/proyek pemerintah, mengatakan bahwa apa yang diberitakan Medikom memang begitu adanya. “Sebenarnya. Apa yang diberitakan Medikom itu memang begitu adanya, bahwa pengerjaan proyek di Bagian SP (Sungai dan Pantai) itu, memang sarat pengerjaan proyeknya dikuasai kontraktor tertentu,” kata seorang diantaranya, berinisial Ber.
Bahkan dirinya sempat mengatakan satu CV mengerjakan lebih dari tiga proyek. Entah bagaimana alur mekanisme yang ditempuh dalam penentuan pemenang, dirinya masih belum jelas.
Ber melanjutkan, meski pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana di aturan Perpres 54 tahun 2010, bahwa pengerjaan dengan nilai kontrak di atas Rp 50 juta – di bawah Rp 100 juta, mekanisme pemilihannya pun tetap pakai sistem lelang (Herz)***





Sumber: Medikom; Edisi 418, Tahun VIII, 23-29 Mei 2011; Hal 8 Daerah

Tags

BLOG ARSIP

BIAYA IKLAN

BIAYA IKLAN
=== Terima Kasih atas partisipasi Anda dalam membangun kemitraan dengan kami ===

INDRAMAYU POST

Blog Archive

PROFIL

REALITA NUSANTARA Email: realitanusantara@yahoo.com

Pengurus SWI

Pengurus SWI
DEWAN PIMPINAN CABANG SERIKAT WARTAWAN INDONESIA (SWI)