This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Senin, 30 Januari 2012
Ada Mafia Hukum di Istana?
Posted by Realita Nusantara
13.57, under DKI JAKARTA |
Ada Mafia Hukum di Istana?
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, PELITA Indonesia – Terungkapnya 61 dokumen izin pemeriksaan kepala daerah atau wakil kepala daerah yang telah diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Presiden, dan tak kunjung turun ke Kejagung, padahal Presiden mengaku sudah menandatanganinya, memunculkanberbagi spekulasi di berbagai kalangan. Ada yang menduga, ada mafia hukum di istana.
Dugaan tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR-RI, Bambang Soesatyo di gedung DPR belum lama ini. Menurutnya, ada dugaan, lembaga kepresidenan sudah dihinggapi mafia hukum. “Kantor presiden saya kira patut diduga sudah digerayangi mafia hukum,” katanya
Bambang Soesatyo mengungkapkan, bahwa Presiden SBY diyakini tidak memiliki keterlibatan dalam permasalahan tersebut. “Karena sebagaimana penjelasan Presiden SBY belum lama ini, yang justru memastikan bahwa semua izin pemeriksaan yang domohonkan Kejagung sudah ditandatangani. Demikian juga dengan Kapuspenkum Kejagung yang mengaku belum menerima 61 dokumen izin pemeriksaan, bukanlah bahasa bohong, karena dampaknya akan sangat luas,” jelasnya.
Politisi Partai Golkar ini berpendapat, untuk mengeluarka dokumen izin pemeriksaan yang sudah ditandatangani Presiden, proses waktu normalnya cukup dilakukan dengan hitungan hari. Tapi waktu lebih lima tahun sebagaimana dikeluhkan Kapuspenkum Kejagung menurutnya sangatlah lama dan tidak normal.
“Kalau saya patut diduga, tindakan itu (memperlambat penyerahan dokumen-red) sebagai upaya untuk menghalang-halangi pemeriksaan Kepala Daerah tersangka tindak pidana korupsi. Dalam hal ini ada oknum di kantor Presiden yang punya kepentingan melindungi para tersangka,” jelasnya.
Bambang juga mempunyai kecurigaan, para oknum di kantor Presiden yang diduga bersekongkol melindungi pelaku korupsi ini, menurutnya, tidak tertutup kemungkinan bekerjasama dengan mafia hukum di luar, dalam rangka bersama-sama menghalang-halangi pemeriksaan oleh Kejagung.
“Ini kecurigaan yang sangat mendasar. Kalau Presiden sudah clear bilang sudah tandatangan, dan Kapuspenkum juga clear belum terima dokumen, kesimpulannya kan ada yang menahan agar dokumen izin itu tidak keluar dari kantor Presiden,” tandasnya.
Seperti diketahui, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum Kejagung) Noor Rochmad, beberapa waktu lalu, mengatakan, bahwa pihaknya telah mengajukan izin pemeriksaan para kepala daerah itu sebagai tersangka maupun saksi sejak 2005 hingga 2011.
Namun, permintaan izin pemeriksaan terhadap 61 kepala daerah atau wakil kepala daerah yang diajukan Kejagung kepada Presiden itu hingga kini tidak jelas juntrungannya.
Sementara itu, pihak Istana meragukan, apakah betul sudah ada surat permintaan permintaan izin pemeriksaan 61 kepala daerah tersebut. “Kalau memang ada, pasti dua atau tiga hari akan ditandatangani Presiden. Presiden tidak pernah menghambat suatu proses hukum apabila memang yang bersangkutan bersalah,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Informasi, Heru Lelono, di Jakarta belum lama ini.
Dari data yang diperoleh, dari pihak Kejagung, dari 61 kasus Kepala Daerah itu, dua diantaranya adalah perkara dugaan korupsi yang membelit Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak dan tersangka Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Arifin.awang menjadi tersangka pada 9 Juli 2010. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Muhammad Amari, menetapkan Awang sebagai tersangka kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal.
Awang disangka merugikan negara Rp 576 miliar, karena pengalihan, penjualan, dan penggunaan dana hasil penjualan saham milik Pemerintah Kaupaten Kutai Timur pada PT Kaltim Prima Coal (PT KPC), oleh PT Kutai Timur Energi (PT KTE). Saat itu Awang menjabat sebagai Bupati Kutai Timur. Awang disangka mengambil keputusan penggunaan hasil uang penjualan saham PT KTE yang bertentangan dengan cara pengelolaan keuangan daerah.
Namun, kasus itu hingga kini belum dapat terselesaikan, karena Kejaksaan masih menunggu izin Presiden. Menurut Amari, pihaknya sudah melampirkan laporan Nadan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara kepada Sekretariat Kabinet, untuk dilaporkan kepada Presiden.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Arifin,ditetapkan oleh Kejagung sebagai tersangka pada 28 September 2010. Rudy diduga terlibat korupsi pemberian uang santunan pembebasan tanah eks PT Pabrik Kertas Martapura oleh panitia pengadaan tanah Kabupaten Banjar 2002-2003, dan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Pengembalian dan Pemanfaatan eks Pabri Kertas Martapura tahun 2001.
Sk tersebut dikeluarkan untuk membebaskan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama pemegang hak PT Golden Martapura, milik Gunawan Sutanto.
Kemudian, Rudy menerbitkan SK Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Banjar, tentang bentuk dan besarnya santunan dalam rangka pengadaan tanah, pada 2002. Seharusnya, menurut Kejagung, tindakan pembebasan tanah milik PT Golden tidak dilakukan, karena Rudy mengetahui HGB-nya sudah berakhir masa berlakunya.
Akibatnya, negara diduga dirugikan Rp 6,3 miliar. Kejaksaan juga belum mengantongi izin untuk memeriksa Rudy.
“Kejaksaan berbeda dengan KPK yang memiliki kewenangan memeriksa kepala daerah tanpa melalui izin Presiden. Karena belum ada izin pemeriksaan, kejaksaan hanya bisa menunggu. Bukan karena ada intervensi politik,” kata Noor.
Disebutkan pula, berkas perbaikan permohonan izin pemeriksaan Awang ke Sekretariat Kabinet sudah diaujukan Kejaksaan pada akhir Desember 2010. “Belum ada permintaan perbaikan lagi. Kami hanya bisa menunggu,” terangnya.
Menanggapi kesimpangsiuran proses hukum 61 pejabat daerah yang diduga korupsi tersebut, pengamat politik, yang juga salah satu tokoh partai politik, Anton Leonard, mengatakan, bahwa lingkungan istana telah disusupi mafia hukum. “Ini proyek besar yang harus segera dilakukan penyelidikan. Siapa yang benar dan siapa yang salah,” katanya.
Anton mengungkapkan, bahwa seorang Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung tidak mungkin mengeluarkan informasi seperti ini, tetapi tidak akurat. “Dan saya juga tidak yakin Presiden bohong. Jadi, siapa yang berbohong?” tanya anton. red***
Sumber: SKU PELITA Indonesia; No.0006 Thn Ke-002/ Selasa, 26 April – 09 Mei 2011; Hal 1***
Foto-Foto: Ist***
Dishub Jakbar Diintervensi Anggota Dewan
Posted by Realita Nusantara
12.46, under DKI JAKARTA |
Terkait Pengalihan Bus AKAP Grogol
Dishub Jakbar Diintervensi Anggota Dewan
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, PELITA Indonesia – Di jaman demokrasi dan keterbukaan dewasa ini, masih saj ada praktek tekan menekan, misalnya dari atasan pada bawahannya, dari legislatif pada eksekutif. Kondisi itu mengingatkan kita pada jaman pemerintahan tirani Soeharto, di jaman orde baru (orba). Banyak pihak yang bekerja dipemerintahan merasa terkekang dengan praktek-praktek seperti itu, bahkan masyarakat sendiri merasakan imbas langsung dari praktek pemerintahan dibawah tangan besi Soeharto ketika itu.
Zaman orba sudah berlalu, seiring dengan tumbangnya pemerintahan Soeharto, zaman reformasi bergulir mulai dari pemerintahan Gusdur, Mega dan kini dibawah pemerintahan SBY. Yang aneh, penekanan-penekanan yang dipraktekkan atasan kepada bawahan yang diakui sangat sulit disingkirkan, penekanan dari pihak legislatif kepada pajabat eksekutif kerap menjadi momok yang menakutkan, karena para pejabat eksekutif merasa takut akan menerima resiko jabatan, walau terkadang sudah benar menjalankan tupoksinya.
Kepala Suku Dinas Perhubungan (Sudin) Kota Administrasi Jakarta Barat, Ir. Suyoto, MM yang masih seumur jagung menduduki jabatan sebagai Kasudin, sudah mendapat tantangan yang lebih berat dari segelintir orang yang memiliki pengaruh. Namun, atas dasar menjalankan tupoksinya, Suyoto tidak selangkahpun mundur dan gentar menghadapinya. Kepada wartawan PELITA Indonesia, Suyoto, mengaku bahwa dirinya menerima berbagai tekanan dari beberapa pihak, baik pengusaha dan anggota Dewan DKI Jakarta, terkait refungsi terminal Grogol. Suyoto tegar menjalankan amanat tugas yang dipercayakan kepadanya, baginya jabatan adalah amanat yang harus dipertanggungjawabkan kepada atasan dan juga kepada Tuhan YME.
Paska penertiban terminal Grogol, Rabu (20/4/11) pekan lalu, wartawan PELITA Indonesia bertemu langsung dengan Kasudin Perhubungan Jakarta Barat, kepada wartawan Suyoto mengatakan, terkait masih adanya PO-PO di terminal Grogol, yang masih membandel, akan segera dipaksa masuk terminal Kalideres, sebagian ke terminak Rawa Buaya (komplek Sudinhub Jakbar). Pada kesempatan tersebut Suyoto mengatakan, bahwa pihaknya mendapat tekanan dari anggota DPRD.
Anggota Dewan tersebut, menurut keterangan Kasudin, minta agar diberikan toleransi dalam tiga bulan ke depan, agar sebagian bus AKAP tetap mangkal di terminal Grogol. Lebih jauh Suyoto mengatakan pada wartawan PELITA Indonesia, Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor.923/-1819.116.2. yang ditujukan pada pengelola bus AKAP Terminal Grogol agar mengosongkan terminal Grogol dalam waktu yang tidak lama lagi dan agar mengembalikan fungsi terminal bus dalam kota (angkutan kota).
Suyoto mengatakan, walau masih ada bus yang mangkal, tetapi semua loket-loket penjualan tiket bus yang mesti pidah ke terminal Kalideres, sudah resmi kami tutup. Dan, kami sudah memberikanpapan segel di tempat tersebut dalam waktu tiga bulan ini kami akan memberikan toleransi kepada pengelola bus AKAP dan kami akan menghargai perintah anggota dewan tersebut, Suyoto menambahkan, bahwa semua bus AKAP akan masuk ke terminal Kalideres, apabila terminal Kalideres kurang memadai akan diarahkan ke Rawabuaya, di sana pihak PO dapat menjual tiket, selama ini sudah ada beberapa PO yang mangkal di terminal Rawabuaya, sehingga tidak ada alasan sepi, karena sudah beberapa lama terminal Rawabuaya dibuka.
Dari sisi keamanan, di terminal Rawabuaya jelas jauh lebih aman dibanding terminal Grogol dan calo-calo tiket juga tidak marak sebagaimana selama ini di terminal Grogol, tutur Suyoto mengakhiri keterangannya kepada PELITA Indonesia. Maulen***
Sumber: SKU PELITA Indonesia; No.0006 Thn Ke-002/ Selasa, 26 April – 09 Mei 2011; Hal 1***
Foto-Foto: Ist***
Pasien Gakin Ditolak RSUD Akhirnya Meninggal
Posted by Realita Nusantara
11.56, under CIAMIS JAWA BARAT |
Pasien Gakin Ditolak RSUD Akhirnya Meninggal
REALITA NUSANTARA – ONLINE. CIAMIS
Ciamis, PELITA Indonesia – Penolakan pemerintah melalui RSUD terhadap pasien keluarga miskin kembali terjadi. Seorang pasien yang berasal dari keluarga miskin (gakin), Abdul Rahman (53), warga Dusun Karanganyar RT.21/08, Desa/Kecamatan Cigugur, Kabupaten Ciamis yang selama dua hari berada di rumah sakit tidak sempat mendapatkan penanganan yang intensif dari TIM Medis RSUD Ciamis, pasien pun akhirnya meninggal dunia.
Penolakan pihak RSUD Ciamis terhadap pasien keluarga miskin, menambah daftar keluarga miskin yang hendak berobat semakin panjang. Penola yang berujung kematian tersebut menjadi bahan bagi pemerintah pusat dalam penanganan jutaan warga yang membutuhkan kesehatan. Hal ini juga menjadi alasan untuk anggota DPR di Senayan yang saat ini mambahas Undang-undang Jamkesmas.
Walaupun pasien sudah membekali dirinya dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM), namun pihak RSUD Ciamis tetap menolak pasien dimaksud dengan alasan keterbatasan anggaran. Pasien sebelumnya sempat didaftarkan sebagai pasien umum dengan biaya perawatan standar.
Sadar tidak memiliki biaya dan takut tidak bisa membayar biaya perawatan, pihak keluarga akhirnya memutuskan membawa pulang Abdul Rahman yang menderita penyakit ginjal. Sepulang dari RSUD Ciamis, pasien meninggal di rumahnya, Kamis (21/4), sekitar pukul 17.30 WIB pekan lalu. Anggota DPRD Ciamis Wowo Kustiwa, menjelaskan, pasien sebelumnya mengidap penyakit ginjal, karena kondisinya sudah parah.
“Tapi setelah sampai RSUD, jaminan SKTM pasien ditolak RSUD, sehingga keluarga tidak kuat menanggung biaya dan akhirnya memutuskan pulang,” kata Wowo. Lebih jauh dikatakannya, dari RSUD Ciamis pasien dibawa pulang menggunakan bus umum menuju Kecamatan Cigugur. “Jarak Ciamis-Cigugur mencapai 80 kilometer. Belakangan saya meminta informasi sekitar lima menit sampai di rumah, pasien miskin itu meninggal tepatnya sekitar pukul 17.30 WIB,” jelas dia.
Wowo juga mengatakan, ketika mengetahui ada pasien yang ditolak di rumah sakit, dirinya langsung menemui manajemen RSUD agar bisa meringankan beban biaya perawatan. “Abdul Rahman benar-benar pasien miskin yang sakit parah dan harus dirawat. Kami sudah memohon agar manajemen RSUD bisa menjaminkan biaya perawatan dari SKTM. Tapi, manajemen tidak menanggapinya.
“Kami heran, ternyata bukan hanya pasien SKTM non emergency yang ditolak, pasien miskin emergency yang sekarat juga tetap ditolak,” pungkas Wowo. Sementara adik korban, Siti, membenarkan, Abdul Rohman meninggal sekitar lima sesaat setelah tiba di rumahnya. Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Ciamis, Asep Roni mengatakan, pihaknya akan segera memanggil manajemen RSUD Ciamis terkait kriteria pasien emergency dan non emergency yang berhak mendapatkan SKTM.
Direktur RSUD Ciamis, Dede Saepul Uyun dan Kabag TU RSUD Tedjaningsih saat dimintai penjelasan melalui telepon selulernya enggan berkomentar terkait penolakan SKTM Abdul Roahman sampai akhirnya pasien miskin itu meninggal dunia. red***
Sumber: SKU PELITA Indonesia; No.0006 Thn Ke-002/ Selasa, 26 April – 09 Mei 2011; Hal 1***
Foto-Foto: Ist***
Pelecehan Seksual Oknum Pejabat RSU Tangerang
Posted by Realita Nusantara
11.33, under TANGERANG BANTEN |
Pelecehan Seksual Oknum Pejabat RSU Tangerang
Menkes RI Diminta Segera Turun Tangan
REALITA NUSANTARA – ONLINE. TANGERANG
Tangerang, PELITA Indonesia – Beberapa oknum pejabat di RSU Kab. Tangerang terindikasi kuat telah melakukan berbagai pelanggaran hukum. Inspektorat Kementerian Kesehatan perlu melakukan tindakan tegas, karena sudah sangat mempermalukan institusi kesehatan, sekaligus mempermalukan profesi kedokteran.
Bahkan pemecatan dr. Hj Ira Simatupang SpOG dari rumah sakit itu, diduga kuat sarat dengan nuansa KKN di antara beberapa oknum pejabat penting di sana. Sekaligus ‘melindungi’ para oknum pejabat serta oknum Kepala Instansi di RSU Kab. Tangerang dari sentuhan hukum.
Hal itu terjadi karena sudah begitu kentalnya ‘perkoncoan’ mereka, sehingga sudah saling mengetahui kartu permainan masing-masing. Jadi bila sampai salah satu dari mereka terjerat hukum, dikhawatirkan yang lain pun akan terbawa-bawa.
Lebih parah lagi, dr. M, sabagai Direktur RSU Kab. Tangerang seolah tidak memiliki wewenang lagi dalam menentukan suatu keputusan. Oknum Direktur ini terindikasi kuat telah berhasil ‘disetir’ oleh dr. BG, Kepala Kebidanan RSU Kab. Tangerang.
Hebatnya lagi, dr. BG juga berhasil mempengaruhi dr L SpOG Ketua Divisi Onkologi Ginekologi FKUI, dengan memberi kesan, bahwa ditariknya rekomendasi sekolah dr Hj. Ira Simatupang SpOG oleh RSU Kab. Tangerang dengan mengeluarkan surat No. 420/1739/Diklat/02/2009, adalah karena yang bersangkutan telah berperilaku tidak baik, telah menimbulkan keresahan di rumah sakit tersebut.
Akibatnya dr. Hj Ira Simatupang SpOG tidak boleh melanjutkan sekolahnya di Sekolah Konsultan Onkologi Ginekologi FKUI. Walaupun, dr. ira telah menyelesakan 25 tugas pembuatan sinopsis dari 27 sinopsis yang harus diselesaikan. dr. Hj. Ira Simatupang pun telah melaporkan permasalahan itu kepada Instansi terkait, dan telah mendapat rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah serta Sekda Prov. Banten.
Namun, dr L, oknum Ketua Divisi Onkologi Ginekologi FKUI masih mencekal yang bersangkutan untuk mengikuti pendidikan dengan mensyaratkan dr. Hj. Ira Simatupang SpOG untuk mendaftar sebagai calon mahasiswa baru, dimana persyaratannya tidak dimungkinkan untuk dipenuhi.
“Perbuatan itu jelas telah melanggar Hak Asasi Manusia Pasal 12 Jo. Pasal 48 UU No.39 tahun 1999,” demikian diutarakan Ketua Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan KOMNASHAM, Johny Nelson Simanjuntak, SH kepada PELITA Indonesia belum lama ini.
dr. MJN Mamahit SpOG MARS sebagai direktur RSU Kab. Tangerang telah melakukan berbagai pelanggaran hukum, seperti, tidak bertindak adil dalam menindaklanjuti konflik internal yang terjadi pada jajaran dokter dan pejabat kepala instalasi di bawahnya, melindungi oknum Kepala Instalasi Radiolohi yang telah menimbulkan keresahan bekerja pada asisten-asisten wanita, membela Kepala Instalasi Radiologi itu yang jelas-jelas telah mencabuli banyak wanita bawahannya, yang malah kemudian dipindah ke bagian lain, dipecat, bahkan ada yang dipaksa menggugurkan kandungan, terindikasi melakukan penyuapan oknum pejabat Disnaker Kabupaten Tangerang (Sumber: L, pensiunan pegawai Disnaker Kab. Tangerang), terlibat dalam pembungkaman Lika, Radiographer, wanita yang hendak bersaksi di Inspektorat sekitar awal Juli 2010, terkait pencabulan para wanita petugas Radiographer yang dilakukan dr. Joseph, sebaliknya menyuruh SrSurya bersaksi palsu, menjadi saksi dalam rangka pembenaran Laporan Polisi dr Bambang Gunawan, Kepala Kebidanan tgl 10 Agustus 2010 yang menuduh dr Ira melakukan pencemaran nama, padahal sampai sekarang perkembangan perkaranya tidak jelas, melakukan lelang yang diduga hanya rekayasa terkait renovasi gedung RSU Kab. Tengerang.
Selanjutnya, dr BG sebagai Kepala Kebidanan RSU Kab. Tangerang ternyata tidak menyerahkan sebagian besar honor praktek dr Ira Simatupang sebagai Dokter Penanggungjawab Jasa Pasien (DPJP) sejak tahun 2005 hingga awal 2008, sesuai laporan keuangan RSU Tangerang… Perinciannya adalah Rp 22.500.000 X 36 – Rp 2.000.000 X 36 = Rp 738 juta rupiah setiap tahun.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap beberapa dokter yang lain. Hanya 59 persen menggunakan obat non generik, sedangkan yang 41 persen menggunakan obat generik, untuk meraup keuntungan pribadi, dengan modus membuat kesepakatan dengan distributor obat, sehingga setiap jenis obat non generik yang masuk ke apotik instalasi kebidanan, yang dibayar 50 juta sebagai ‘pelicin’ setiap tahun oleh distributor terkait kepada dr Bambang Gunawan.
Hal ini jelas telah melanggar UU Kementerian Kesehatan Pasal IV ayat 1 dan 2, seperti dipaparkan pada berita edisi yang lalu. Menyarankan kepada Direktur RSU Kab. Tangerang melakukan penyuapan terhadap wartawan. Selingkuh, dan bersaksi palsu untuk membela pelaku kejahatan seks, walaupun si pelaku sendiri telah mengakui perbuatannya. Syahri***
Sumber: SKU PELITA Indonesia; No.0006 Thn Ke-002/ Selasa, 26 April – 09 Mei 2011; Hal 1***
Foto-Foto: Ist***