REALITA NUSANTARA – ONLINE. INDRAMAYU
Indramayu – SINAR PAGI – Kebijakan pemerintah membantu bea sekolah anak-anak dari keluarga miskin, khususnya di tingkat lanjutan, pada prakteknya kerap kali terbentur oleh kebijakan pengelola satuan pendidikan. Seperti halnya yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Gabuswetan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Para orang tua dari siswa tergolong miskin mengeluhkan sejumlah biaya yang dirasa sangat memberatkan. Biaya-biaya itu antara lain: pembelian seragam beserta alat kelengkapan sekolah, biaya pengadaan lembar kerja siswa (LKS) dan biaya praktikum komputer. Seluruhnya diwajibkan untuk dibayar oleh pihak pengelola sekolah.
Menurut penuturan beberapa orang tua siswa tersebut, biaya untuk seragam dan kelengkapan sekolah mencapai Rp 527ribu bagi siswa perempuan dan Rp 518ribu bagi siswa laki-laki. Adapun untuk praktikum komputer mereka dibebani Rp 7.000,- per siswa setiap bulan. Sedangkan biaya setiap paket LKS dikenakan Rp 100ribu per siswa untuk semester pertama dan Rp 108ribu untuk semester berikutnya.
Kendati di sekolah tersebut terdapat program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dari pemerintah, namun nyatanya para siswa dari keluarga miskin tetap dikenakan biaya. Tentu saja ini sangat disesalkan oleh para orang tua siswa. “Katanya sekolah digratiskan bagi orang-orang miskin seperti kami, tapi nyatanya pihak sekolah tetap membebani macam-macam.”, tutur salah satu orang tua siswa, saat ditemui di kediamannya di Desa Gabuswetan Kecamatan Gabuswetan kabupaten Indramayu, Minggu (29/5).
Di SMPN 1 Gabuswetan tercatat 74 siswa kelas I (VII) yang didaftarkan sebagai sasaran program BSM untuk tahun anggaran 2010. Hingga kini semua siswa yang terdaftar BSM belum menerima sesenpun bantuan tersebut. Hal tersebut dikemukakan oleh salah seorang siswa belum lama ini.
Saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, beberapa minggu lalu, tepatnya Senin (9/5), Kepala SMPN 1 Gabuswetan, Drs. H. Soleh, mengaku perihal adanya pungutan untuk biaya sekolah terhadap siswa miskin. Namun menurutnya seluruh biaya yang telah dibayarkan oleh para siswa miskin akan dikembalikan seusai pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi janji Kepala Sekolah itu hingga kini belum juga dibuktikan. Selama ini praktik pungutan sekolah terhadap para siswa termasuk siswa miskin di SMPN 1 Gabuswetan dilakukan dengan modus penjualan sarana belajar dan seragam melalui koperasi sekolah. Tidak diperoleh keterangan, bagaimana pelaksanaan subsidi pemerintah lewat jalur Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BSM yang digunakan di sekolah tersebut.
Ketika ditanyakan, Kepala SMPN 1 Gabuswetan, Drs. H. Soleh, mengelak memberikan jawaban terkait edaran Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) tentang pelaksanaan BOS. Ia berkilah, masalah pelaksanaan BOS di sekolahnya merupakan urusan rumah tangga sekolah sehingga tidak perlu dikemukakan kepada wartawan.
“Anda tidak perlu tahu masalah BOS, yang jelas sudah dimusyawarahkan dengan para orang tua atau wali siswa melalui Komite Sekolah.” Ujar Soleh. Lebih lanjut, ia mempersilahkan Sinar Pagi untuk mencari penjelasan soal BOS ke pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Indramayu.
Begitu pula ketika ditanyakan mengenai biaya sebenarnya dari pengadaan LKS. Soleh berkeberatan menyampaikan penjelasan. Alasannya, masalah itu merupakan urusan koperasi sekolah. “Itu kan bagian dari kegiatan koperasi kita.”, tukasnya. Saat Sinar Pagi hendak mengecek harga LKS di toko milik koperasi sekolah, Soleh sontak bersikeras melarang Sinar Pagi.
Pihak Disdik Kabupaten Indramayu belum memberikan tanggapan atas kejadian ini. Kepala Disdik Kabupaten Indramayu, H. Moh. Rakhmat SH MH, belum sempat ditemui Sinar Pagi untuk dimintakan komentarnya. *rastim kenaji/tarma bw***
Sumber: Sinar Pagi; Edisi 8-14 Juni 2011; Hal 6