Senin, 18 Juli 2011

Muncul Pembunuhan TKW di Arab Saudi

Posted by Realita Nusantara 08.44, under |

Kasus Sumiati Belum Selesai
Muncul Pembunuhan TKW di Arab Saudi


REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, SNP – Belum juga selesai kasus Sumiati, penganiayaan TKI di Arab Saudi kembali terjadi. Kikim Kolamasari, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, tidak hanya dianiaya, tapi dibunuh 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha oleh majikannya di Kota Abha. Informasi tersebut disampaikan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan lewat rilisnya, Kamis (18/11/2010)
Informasi awal soal tewasnya Kikim ini disampaikan salah satu relawan Pospertki PDI Perjuangan yang berada di Kota Abha. Dalam laporannya kepada pimpinan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Kikim Kolamasari dibunuh oleh majikannya dengan cara digorok lehernya. Jenazah Kikim ditemukan 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha di sebuah tong sampah umum.
Relawan itu juga melaporkan, sebelum dibunuh, Kikim diketahui sering dianiaya hingga diperkosa. Saat ini jenazah Kikim sudah diamankan kepolisian setempat, begitu pula majikan wanita dan laki-laki.
Ketua Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan Sharief Rachmat mengaku langsung menghubungi Konjen RI Jeddah Zakaria sesaat mendengar laporan tersebut.
Dalam komunikasi keduanya, Konjen RI Jeddah membenarkan informasi tersebut dan berjanji akan menindaklanjuti hal tersebut.
Sharief juga memerintahkan para relawan untuk terus memonitor dan mencari tahu data lengkap Kikim Kolamasari.
“Ini Kasus sudah dari kemarin-kemarin. Berarti, kenapa pemerintah kita selalu lambat bergerak. Apabila terus-terusan begini, hancurlah sudah nasib TKI. Semua elemen baik dari orpol, ormas, dan lain-lain harus duduk bersama dengan Perwakilan RI Arab Saudi” kata Sharief.
“Kita perlu menanyakan apa kendala sebenarnya sampai-sampai pemerintahan kita sangat lemah sekali dan selalu terlambat. Dan DPR RI selaku wakil rakyat perlu menanyakan hal ini pula terhadap Pemerintah RI,” tegas Sharief

KBRI Pastikan Majikan Ditahan
Sementara itu Duta Besar RI untuk Saudi Arabia, Gatot Abdullah Mansyur, menjamin pelaku pembunuhan terhadap Kikim Komalasari tak akan diloloskan.
Oleh karena itu, Kedutaan Besar RI untuk Arab Saudi sudah mengirimkan stafnya ke Kota Abha, yang berjarak 750 kilometer dar Jeddah.
“Kita sudah utus dua diplomat datang ke Abha untuk mendalami kasus tersebut,” kata Gatot, Jum’at (19/11/2010)
Menurut Gatot, siang ini Kedua Staf Kedutaan tersebut sudah sampai di lokasi dan akan memberikan laporan kepada Kedutaan RI di Arab Saudi. “Memang hari Jum’at di Arab Saudi itu libur, tapi pasti ada polisi yang piket di sana,” tegas Gatot.   AR/MAN***



Sumber: Harian Umum SWARA NASIONAL POS; Edisi 348 Thn X 22-28 November 2010; Hal 1
Dikutip Oleh: Realita Nusantara Online***
Foto-foto: Ist***

Polri Diharap Beritindak

Posted by Realita Nusantara 08.05, under |

Kementerian Kehutanan dan ESDM Tutup Mata,
Polri Diharap Beritindak
Kabid Kehutanan Prov Bengkulu Tahan S Aktor Intelektual


REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, SNP – Jika selamanya, atau setidaknya beberapa tahun terakhir, Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM tutup mata atas penguasaan kawasan hutan berikut Penambangan batubara di Provins Bengkulu, yang diketahui tanpa ijin (ilegal), saatnya Polri dibawah komando Jenderal (Pol) Timor Pradopo mengambil tindakan tegas. Hal ini sangat dimungkinkan karena sebelumnya Polres Bengkulu Utara, sudah mempolice line stock pile dan alat-alat berat milik penambang.
Kapolri Jenderal Timor Pradopo juga diharapkan bersedia memberikan penjelasan ke publik tindak lanjut proses hukum yang dilakukan Polres Bengkulu Utara semasa kepemimpinan AKBP Dadang Suwondo. Kabid Kehutanan Provinsi Bengkulu, Tahan Simamora yang ditengarai sebagai aktor intelektual ijin Kuasa Penambangan agar dimintai keterangannya.
Indikasi Tahan sebagai aktor intelektual ijin KP atas Penambangan tersebut sangat dicurigai jika diperhatikan peran aktifnya hadir di Jakarta mendampingi Penambang Toga PS selaku Direktur PT. Danau Mas Hitam untuk menemui Redaksi Media ini 3 hari sejak surat konfirmasi dikirim ke PT. DMH.
Dalam perbincangan di salah satu Resto dibilangan Kelapa Gading Jakarta Utara itu, Tahan Simamora nampaknya berusaha membela perusahaan dengan mempersalahkan pemerintah. Ia menyebut kesalahan bukan dipihak pengusaha melainkan dipihak pemerintah, Cq. Kementerian Kehutanan karena kata dia, Pemerintah tidak mampu menertibkan Kawasan Hutan.
Untuk menghindari semakin rusaknya kawasan hutan di Bengkulu akibat penambangan liar tersebut, Polri yang merupakan garda terdepan penegakkan supremasi hukum diharapkan mampu menindak tegas oknum-oknum yang terlibat melindungi pengusaha tambang ilegal tersebut, baik oknum Polri yang belakangan terendus dapat upeti dari Lili Mun Song selaku Direktur Operasional PT. Borneo Suktan Mining.
Seperti diberitakan sebelumnya, “WN Korea Angam Gugat Pemerintah RI USD 2,5 juat”. Akibat tindakan hukum yang dilakukan Polres dibawah komando Kapolres AKBP Dadang Suwondo mempolice line stock pile dan alat-alat berat, Lee Mun Song (63) mengancam akan menggugat pemerintah RI CQ Polri sebesar USD 2,5 juta. Ancaman gugatan ganti rugi tersebut ia sampaikan dalam suratnya No.016/BSM/SP/IX/2008 tertanggal 21 Oktober 2008 perihal: Permohonan pembukaan Police Line di stock pile PT. BSM dan PT. DMH yang ditujukan kepada Kapolda Bengkulu.
Menurut Lee Mun Song kelahiran Seoul, Korea Selatan 21 Mei 1947 ini, akibat tindakan hukum mempolisiline batubara di tock piledan penyitaan alat-alat berat milik PT. BSM melalui PT. DMH oleh Polri, pihaknya tidak bisa memenuhi perjanjian kontrak terhadap buyer di Korea Selatan, sehingga Buyer menuntut ganti rugi kepada PT. BSM.
Karena tuntutan ganti rugi dari Buyer di Korea Selatan kepada PT. BSM kata Lee Mun Song merupakan sebab akibat perbuatan melawan hokum (Onrecht Matiege Overneidaads) yang dilakukan pejabat Kepolisian RI, maka pihaknya akan menuntut ganti rugi kepada Pemerintah RI CQ Polri sebesar USD 2,5 juta. “Oleh sebab itu kami akan melakukan tuntutan ganti rugi ini secara resmi melalui kedutaan Korea Selatan untuk Republik Indonesia,” tegasnya dalam suratnya yang di tujukan kepada Kapolda Bengkulu.
Kendati isi surat itu bernada ancaman, Kapolda Bengkulu nampaknya tidak lantas memenuhi permohonan pembukaan Policeline batubara dan alat-alat berat milik PT. BSM dan PT. DMH, karena langkah hukum oleh Polres Bengkulu Utara dibawah komando AKBP Dadang Suwondo merupakan implementasi penerapan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur pada UU RI No.1/2004 tentang kehutanan jo perubahan UU No.41/1999 Pasal 50 ayat (3) huruf (g) tentang kehutanan.
Sebelumnya, Lee Mun Song juga mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Sutanto U/p Kadiv Propam Mabes Polri perihal: mohon perlindungan hukum. Dalam suratnya No. Ref.004/SP/BSM/IX/2008 itu, Lee Mun Song bertindak sebagai Presiden Direktur PT. Hanindo Prima Coal yang beralamat di Jln. Ciasem No.19 Kebayoran Baru Jakarta.
Kepada Kadiv Propam Mabes Polri, Lee Mun Song mengaku telah diperiksa Polres Arga Makmur, Bengkulu Utara, Rabu (3/9/08) sebagai saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana penambangan di kawasan hutan lindung Rinduhati, Tabah Pananjung, Bengkulu Utara. Atas kejadian ini kata dia, selaku investor sangat merasa tidak nyaman dan dirugikan karena tidak adanya kepastian hukum.
Pada awalnya ujar Lee Mun Song, PT. Hanindo Prima Coal (PT.HPC) bekerja di Bengkulu  adalah Buyer (Pembeli) batubara melalui PT Borneo Suktan Mining (PT. BSM). Januari 2008, PT Borneo Suktan Mining (PT. BSM) membeli batubara dari PT Minerals Anugrah Semesta (PT. MAS) yang sejak 2 tahun sebelumnya sudah melakukan penambangan.
Sekitar enam bulan kemudian, Lee Mun Song selaku Presdir PT. HPC dan juga Dirops PT. BSM berusaha mengembangkan sayap dengan membuat kerjasama penambangan di lokasi tambang PT. DMH (belakangan diketahui PT. DMH belum memiliki ijin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan –Red). Perjanjian kerjasama penambangan ditandatangani Selasa (23/7/2008) oleh Lee Mun Song selaku Dirops PT. BSM dan Toga Situmorang selaku Dirut PT. DMH.
Selanjutnya ujar Lee Mun Song, pada tanggal (25/7/2008). PT. BSM melakukan pendataan alat-alat berat ke lokasi tambang PT. Minerals Anugrah Semesta di Rinduhati, Tabah Penanjung, yang sudah tidak dioperasikan lagi. Tanggal (6/8/2008), Kapolres Bengkulu Utara, AKBP Dadang Suwondo bersama ajudannya mendatangi lokasi memerintahkan agar kegiatan dihentikan dan alat-alat berat jangan dioperasikan.
Tanggal (8/8/2008), kembali memeriksa stock pile PT. BSM yang berlokasi di pulau Baai, yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan police lne oleh Kasat Reskrim AKP Permadi (16/8/2008) serta menyita alat-alat berat milik PT. BSM melalui PT DMH, pada waktu yang bersamaan juga dilakukan penyitaan terhadap alat-alat berat PT. DMH, guna penyidikan lebih lanjut dugaan tindak pidana pelanggaraan UU No.1 tahun 2004 tentang Kehutanan. Anehnya ujar Lee Mun Song, PT. MAS mendapat perlakuan khusus, alat-alat beratnya dilepas tanpa proses hukum.
Pada tanggal (27/8/2008), Kasat Ops Polres Bengkulu Utara, AKP AS Wijaya bersama Kanit Tipiter AIPDA Arumsah dan anggotanya kembali mempolice line batubara stock pile PT. BSM di Pulau Baai, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap Lee Mun Song pada tanggal (3/9/2008), Kasat Reskrim Polres Bengkulu, bersama anggotanya membuka police line batubara stock pile PT. BSM dan PT. DMH yang berlokasi di pulau Baai, tapi pada tanggal (12/9/2008) kembali di police line. Pembukaan police line dalam tenggang waktu 7 hari kerja tersebut ujar sumber, PT. BSM mendapat kesempatan mengeksport kurang lebih 15.000 metrik ton batubara.
Permohonan perlindungan hukum kepada Kapolri U/p. Kadiv Propam Mabes Polri nampaknya cukup ampuh agar police line dibuka, dan kegiatan penambangan batubara bisa terus berlangsung hingga saat ini walau ditengarai tanpa memiliki ijin Kuasa Penambangan (KP) dan Ijin Pinjam Pakai kawasan hutan (IPPKH).
Disadari atau tidak, ancaman menggugat Pemerintah RI Cq. Polri oleh Lee Mun Song bukan tidak mungkin karena yang memberi peluang adalah bangsa ini sendiri, yakni: Kabid Kehutanan Provinsi Bengkulu, Tahan Simamora diduga kuat sebagai aktor intelektual. Walau diyakini gugatan itu akan dimentalkan majelis hakim, tapi setidaknya wajah Republik ini sudah tercoreng moreng hanya karena kebijakan segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Tindakan tegas Kapolres Bengkulu, AKBP Dadang Suwondo bagi Lee Mun Song merupakan perbuatan melawan hukum karena dia merasa segala ketentuan hukum untuk penambangan telah dikantonginya dengan alasan selama ini tidak ada larangan atau sanksi hukum yang tegas dari Bupati, Gubernur, Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM. Tak dapat dipungkiri, keberhasilan Lee Mun Song membentak bahkan mengancam akan menggugat pemerintah RI pada suratnya ke Kapolda Bengkulu merupakan gambaran suram bangsa ini dimata seseorang warga negara asing hanya dengan selogan investor.
Ketika hal ini dikonfirmasi secara tertulis kepada Propam Mabes Polri, hingga beita ini diturunkan belumnya ada jawaban. Namun menurut bidang pelayanan pengaduan Mabes Polri, surat konfirmasi SNP sudah didisposisi ke Polda Bengkulu, agar dilakukan langkah-langkah sesuai ketentuan yang berlaku. Konon, walau sudah berbulan-bulan didisposisi ke Polda Bengkulu, tindakan nyata belum juga dilakukan hingga saat ini. Penambangan hingga kini terus berlanjut, dan bahkan jumlah batubara yang berhasil dieksploitari semakin besar.   R.03***





Sumber: Harian Umum SWARA NASIONAL POS; Edisi 348 Thn X 22-28 November 2010; Hal 1
Dikutip Oleh: Realita Nusantara Online***
Foto-foto: Ist***

Tags

BLOG ARSIP

BIAYA IKLAN

BIAYA IKLAN
=== Terima Kasih atas partisipasi Anda dalam membangun kemitraan dengan kami ===

INDRAMAYU POST

Blog Archive

PROFIL

REALITA NUSANTARA Email: realitanusantara@yahoo.com

Pengurus SWI

Pengurus SWI
DEWAN PIMPINAN CABANG SERIKAT WARTAWAN INDONESIA (SWI)