Mafia Kredit Bank Ala PT BHI
Oknum Bank, Penyidik & Preman Terlibat
REALITA NUSANTARA – ONLINE. JAKARTA
Jakarta, KOPI – Terus memperjuangkan keadilan merupakan upaya yang tak pernah henti dilakukan Tina Lena untuk memperoleh kejelasan hukum atas aset yang dimilikinya.
Perempuan paruh baya yang dahulu cukup berbadan sehat kini harus kehilangan puluhan kilo berat tubuhnya dan sakit-sakitan akibat tiada hentinya mencari perlindungan serta keadilan hukum atas perampasan paksa rumah dan toko (ruko) empat lantai yang menjadi penopang usahanya selama ini.
Tina Lena merupakan satu dari sekian banyak nasabah Bank PT. Bank Harmoni Internasioanl (PT. BHI, red) yang bernasib ‘buruk’ lantaran terjerat dalam ‘permainan kredit Bank’.
Suatu hal yang selama ini kerap disadari atau tidak, oleh nasabah bank yang terpaksa harus berurusan dengan ‘mafia kredit bank’.
Mungkin, lantaran minimnya pengetahuan hukum perjanjian kredit bank serta rentannya posisi hukum seorang nasabah bank didalam setiap perjanjian kredit bank. Maka tak sedikit nasabah bank yang sudah terperosok ke dalam jerat ‘mafia kredit bank’ dan membiarkan dirinya tanpa perlawanan hukum.
Terjeratnya Tina Lena dengan ‘Mafia Kredit Bank’ PT. BHI diawali pada (14/09/2001), saat terjadi kesepakatan perjanjian kredit dengan PT. Bank Harmoni Internasional yang (saat itu-red) berkantor di Jalan. Balikpapan Raya No.17 ABC, Jakarta. Perjanjian kredit dihadiri pimpinan cabang, Juli Kasan, notaris Esther Setiawati Santoso SH, Direktur Andreas Danny Santoso, Lim Bek Tek, Kadiv Eddy Hasyim dan saksi lainnya.
Dalam perjanjian turut ditandatangani pula blanko kosong (10 bh) dan 30 set (rangkap 3) transfer aplikasi setoran Bank. Meski, sempat ditanyakan soal blanko kosong tersebut, katanya hanya untuk formalitas bank saja. Akhirnya pemberian kredit, dan pengakuan hutang dilaksanakan. Terdiri atas No. 027/LG/PRK/PL/IX/2001 senilai Rp 100 juta dengan bunga 21%, PRK/, No. 028/LG/PRK/PL/IX/2001 senilai Rp 200 juta DL 2 tahun 5.089.580 dan No. 029/LG/PRK/PL/IX/2001 senilai Rp 100 juta, (tertanggal 14 September 2001). Total keseluruhan Rp 400 juta.
Berdasarkan perjanjian dan/atau akte No. 12, 13 dan No. 14 yang ketiga perjanjian tersebut dibuat pada tanggal 14 September 2001 antara Tina Lena sebagai debitur dan PT. Bank Harmoni Internasional sebagai kreditur dihadapan notaris Ester Setiawati Santoso SH, disepakati dan disetujui bahwa antara lain:
Pinjaman uang sebesar Rp 400 juta akan dikembalikan dalam waktu 1 (satu) dan 2 (dua) tahun dari tanggal 14 September 2001 hingga tanggal 21 September 2003. Bunga kredit setiap bulan antara 1% (satu persen) hingga 2% (dua persen) selama 2 tahun.
Namun kreditur (PT. Bank Harmoni Internasional) mempergunakan cara perhitungan bunga kredit lebih besar dari 2% (dua persen) perbulan dan jangka waktu perhitungan kredit bukan dalam perhitungan waktu dalam 30 hari dan/atau dalam waktu 1 (satu) bulan, namun dalam jangka waktu hari dan/atau minggu yaitu dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari hingga 15 (lima belas) hari atas perhitungan jangka waktu perhitungan bunga.
Sehingga dalam jangka waktu 1 (satu) bulan debitur (Tina Lena) dibebankan membayar dan melunasi bunga kredit lebih besar dari 2% (dua persen) perbulan, yakni antara 10% (sepuluh persen) hingga 40% (empat puluh persen) perbulan tiap-tiap jenis kredit pinjaman.
AWAS !!! MAFIA KREDIT
Dua bulan berselang putera kami, Hady, dibujuk PT. BHI untuk membeli (kredit-red) mobil yang disarankan Bank Harmoni yakni New Lancer Mitsubishi, sehingga kami diikat kembali 3 akte perjanjian, fidusia dan lain-lain, dengan uang muka Rp 60 juta dan cicilan 23 giro @ Rp 7.116.679,- perbulan. Namun tidak disangka, kami dimintakan membuka 1 giro (No. 6099494 tertanggal 28 September 2001) sebesar Rp 140 juta, tapi permintaan tersebut ditolak. Karena ditolak itulah STNK asli ditahan 3 minggu sesuai prosedur Bank.
Pada 28 Mei 2002, datang surat dari PT. BHI yang menyatakan ‘kredit macet’ lantaran hutang sudah mencapai Rp 772 juta (termasuk titipan giro mobil Rp 140 juta, penyetoran tunai 2001 Rp 107 juta dan perjanjian kredit Rp 400 juta, red). Oleh karenanya sesuai surat No. 1/73/LAPD/VIII/2002 yang ditujukan kepada PT. Bank Harmoni Internasional (PT. BHI) mengenai adanya penggandaan bunga hingga mencapai 60%. Termasuk dibuatnya seolah-olah telah terjadi kredit macet. Namun tidak ada tanggapan.
Karena tidak adanya laporan PT. BHI dan merasa ditipu dan dirugikan atas penghitungan tersebut. Berdasarkan bukti rekening yang ada kami melaporkan ke Polda Metro Jaya, No. 2512/K/VIII/2002/Satga, OPS”B” tertanggal 16 Agustus 2002 serta resume 378/372/374, KUHAP. Dari hasil laporan tersebut, membuahkan hasil dengan penurunan bunga dan penahanan 2 (dua) orang Direktur PT. BHI.
Laporan Polisi terhenti dan sekaligus mohon penghapusan bunga sehingga dibuatlah perjanjian baru No.575/LG/MD/I/03, tertanggal 23 Januari 2003 sampai tanggal 23 Juni 2008, dengan 2 (dua) alternatif. Pertama membayar tunai Rp 350 juta. Kedua membayar Rp 476 selama 64 bulan (sampai 23 januari 2008) dikurangi lagi Rp 20 juta (tunai) atau Rp 19 juta (dengan dicicil 4 kali @ Rp 4.800.000,-) sehingga sisa hutang menjadi Rp 287 juta.
Perjanjian disetujui dan dengan itikad baik dilakukanlah cicilan Rp 19,4 juta plus menjual mobil Rp 140 juta plus tunai Rp 20 juta. Namun lantaran situasi dan kondisi ekonomi yang ada, kemudian memohon kebijakan PT. BHI melalui surat No. 09SM/IX/2003 tertanggal 18 September 2003 agar cicilan pembayaran ditunda dulu sampai habis Pemilu.
Dan sisa KL Rp 179 juta akan dibayar setelah aset lain-lain terjual. Tapi permohonan tersebut tidak ditanggapi, dan PT BHI tidak pernah memberikan jawaban apapun. Lalu pada Juni 2004 munculah surat teguran dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 69/2003/Eks jo No. 38/Tamansari/2001 serta surat perintah Eksekusi.
Diintimidasi
Perjanjian kredit dengan PT. BHI semakin tidak jelas meski telah ada itikad baik untuk membayarnya. Tapi lagi-lagi tidak digubris sampai terjadi peristiwa pengusiran dan desakan pembayaran hutang Rp 262 juta. Melalui pengacara dibuatlah surat bantahan. Namun berdasarkan surat bernomor 249/Pdt/G.2004/PN Jakarta Barat tertanggal 27 januari 2005, Ketua Pengadilan Jakarta Barat memutuskan untuk memenuhi hukum dengan cara lelang Ruko atas sebidang tanah luas 91 m berlantai 4 terletak di Jalan Mangga Besar 4 i Blok Z. 14 RT. 08/01 Kel. Tamansari Jakarta Barat. Sertifikat: 1509.
Dalam sidang dan atau pelaksanaan lelang tanggal 31 Mei 2005, surat penetapan harga limit penawaran objek lelang dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Muchtar Ritonga, SH, yang dibacakan Ketua Panitia Lelang dari Kantor Piutang Lelang Negara, KP21,K.Jak III.
Menurut Tina Lena, surat penetapan harga objek lelang yang kedua dan ketiga dari Ketua Pengadilan Jakarta Baratdalam pelaksanaan lelang, tidak pernah dibacakan pada saat pelelangan di depan peserta lelang. Meski pada sesi pelelangan ketiga Ia turut hadir di Pengadilan Jakarta Barat. Dengan kata lain hingga kini tidak pernah diperolehnya berupa salinan, foto copy dari ke-3 surat penetapan harga objek pelelangan dari Ketua Pengadilan Jakarta Barat. Sampai lelang kemudian dimenangkan di tingkat harga Rp 650 juta.
Upaya hukum terus diupayakan dengan naik banding ke tingkat Pengadilan Tinggi, tapi kembali dikalahkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusan No. 381/Pdt/2005 tertanggal 15 September 2005 dimana diputusankan untuk menjalani putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dan Pengadilan Negeri Jakarta Barat melalui Surat Teguran No. 97/2006, tertanggal 5 Januari 2006 meminta pengosongan dalam kurun waktu 81 hari.
Meski terkejut Tina Lena tak dapat berbuat apa-apa, intimidasi berupa ancaman serta teror baik di rumah atau selama berupaya hukum terus dilakukan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan PT BHI maupun orang yang ingin memanfaatkan situasi.
Bahkan, sejumlah oknum bank, penyidik maupun preman turut memperkeruh upaya hukum mempertahankan asetnya, dengan dalih ‘membantu’ menyelesaikan masalah. Demikian diungkapkan Ny. Tina Lena kepada Tabloid Mapikor Indonesia dan Koran Pagi, baru-baru ini. (TIM KOPI)***
Sumber: Koran Pagi (Kopi); Edisi 64/Tahun IV; 10-25 Mei 2010; Hal 12***
Foto-Foto: Ist***