HUKUM BELUM BERJALAN MAKSIMAL, SEKDA HUMBAHAS MASIH HIDUP BEBAS
REALITA NUSANTARA. MEDAN
Enam bulan sudah terpilihnya Kepala Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan, enam bulan pula Sekretaris Daerah telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait kasus dugaan korupsi anggaran dana sekretaris daerah, Humbahas. Penetapan Sekretaris Daerah Kabupaten Humbahas menjadi tersangka merupakan kemajuan hukum hingga memberikan kepercayaan masyarakat. Namun, dibalik pernyataan Kejaksaan Tinggi Sumut sebelum Pilkada Kabupaten Humbahas pemeriksaan kepada Sekretaris Daera Humbahas Martuaman Silalahi akan dilanjutkan, pernyataan itu hanya basa-basi saja, buktinya belum juga dilaksanakan?
Jadi, hukum itu belum berjalan maksimal, karena sekretaris daerah kab. Humbahas Martuaman Silalahi masih hidup bebas. Demikian disampaikan Praktisi Hukum Kabupaten Humbahas Burju Sihombing, SH belum lama ini kepada wartawan. Memandang sesuai Undang-Undang memang tidak semua orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka harus ditahan, tapi harusnya penanganan penyidikan kasus dugaan korupsi lebih ditingkatkan, yang dikhawatirkan berkas-berkas/bukti-bukti yang ada takut dimusnahka. Sebaliknya kata Burju, penanganan kasus dugaan korupsi Sekretaris Daerah Martuaman Silalahi tidak tahu siapa yang menanganinya apakah kejatisu atau sudah dilimpah ke Kajaksaan Negeri Tarutung.
Disebutkan Burju, inilah permasalahan hukum di Republik ini, hukum belum berjalan maksimal, bisa-bisa kasus dugaan korupsi Sekretaris Daerah Humbahas Martuaman Silalahi berjalan ditempat atau dipetieskan. Sebutnya
Lebih jauh dia menjelaskan apabila penanganan kasus dugaan korupsi Sekda Humbahas Martuaman Silalahi hingga akhir tahun ini tidak juga dilaksanakan patut diduga adanya mafia hukum di kubu lembaga hukum kita.
Menanggapi hal kasus dugaan korupsi Sekda Humbahas Martuaman Silalahi wartawan berulang kali konfirmasi kepada Kejaksaan Negeri Tarutung Selamat Simanjuntak melalui selulernya menanyakan perkembangan penanganan penyidikan kasus dugaan korupsi Martuaman Silalahi, tapi seluler Kejari Tarutung tersebut tidak diangkat baik juga melalui short message service (sms) tidak ada balasan. Sebagai Kejari seharusnya memberikan pelayanan yang baik bukan menjadi pembiaran, disini apakah Kejari tidak memahami telah berlakunya undang-undang keterbukaan informasi publik nomor 14 tahun 2008.
Dari sikap tertutupnya Kejari Tarutung Selamat Simanjuntak dikonfirmasi wartawan kredibelitas kenirjanya diragukan, apalagi dalam penanganan kasus-kasus korupsi dan diminta kepada Kejaksaan Agung RI di Jakarta agar mengevaluasi kinerja Kejari Tarutung yang baru ini. Bagaimana mungkin Kejari Tarutung bisa melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah hukumnya, sedangkan kasus dugaan korupsi Sekda Humbahas Martuaman Silalahi saja “berjalan ditempat” karena sejauh ini belum ada perkembangan tingkat penyididkannya. Padahal Kejari Tarutung sebelumnya Mangasi Situmerang menyebutkan tersandungnya Sekda Humbahas Martuaman Silalahi ditetapkan sebagai tersangka karena adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan dan bertentangan dengan peraturan pemerintah (PP) nomor 58/2005, Kemendagri Nomor. 93/2005.
Kejari Tarutung yang lama menilai pengembangan kasus yang dilakukan tersangka akibat kelalaian tugas yang menyebabkan Bendahara Sekretaris Daerah Henry Manurung dapat menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadinya. Maka atas tindakannya itu Sekda Humbahas dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Nomor 20/2001 tindak pidana korupsi dengan hukuman 1 tahun dan 4 tahun penjara (Marlan/S Mar)***
Source Kompass Indonesia, edisi 465/Tahun XIII/13-20 Desember 2010, Hal 1