Rabu, 13 April 2011

Menguapnya Anggaran Lahan Pemakaman

Posted by Realita Nusantara 18.57, under |

REALITA NUSANTARA – ONLINE. CIREBON
Modus kasus dugaan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di Kota Cirebon semakin nekat saja. Bagaimana tidak, dana yang semestinya buat keperluan orang-orang yang sudah meninggal pun diduga dikorupsi
Seorang developer wajib menyediakan dua persen dari total tanah yang akan dikembangkannya untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) sebagai bagian fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Ini digariskan dalam permendagri No.9 tahun 1987 dan Kepmen PU No. 378 Tahun 1987. Foto-foto: Kabar Cirebon, Selasa 12 April 2011***
Namun faktanya hal itu terkadang diabaikan oleh pengembang. Alhasil, pemerintah pasti dongkol karena ulah nakal pengembang demikian. Sedangkan warga yang tinggal di sebuah kawasan perumahan tentu saja rugi berlipat. Di satu sisi mereka dituntut membayar kewajibannya, namun di lain pihak fasilitas yang seharusnya diberikan pengembang tak kunjung tersedia. Uang hilang, fasilitas tak kunjung datang.
Tak hanya itu, pemerintah pun terancam kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) atas realitas demikian. Kenapa bisa?
Kabar Cirebon (“KC”) memperoleh data, jika seorang developer tidak bisa menyediakan dua persen dari total lahan di lokasi proyek perumahannya buat TPU, maka dia bisa mengambil cara lain. Yakni, seorang developer bisa membeli kaveling di sebuah TPU yang telah ada sebelumnya di luar kompleks.
Kalaupun enggan menempuh cara ini, developer bisa mengambil alternatif lain yaitu membayar dana kompensasi kepada pemerintah setempat. Besarnya dua persen dari total harga tanah di kompleks perumahan. Atau sederhananya, besaran dana kompensasinya seharga nilai jual lahan yang luasnya dua persen itu.
Selanjutnya dana kompensasi dua persen tersebut harus dibayarkan pengembang kepada pemerintah. Infonya, penyerahan dana ini kepada pemerintah melalui kordinator para pengembang di wilayah setempat.
Namun belakangan terungkap, dana kompensasi sebanyak dua persen tersebut selama beberapa tahun terakhir tidak jelas keberadaannya. Padahal, dalam rentang waktu itu puluhan komplek perumahan berdiri  di Kota Udang. Kontan dana kompensasi bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah  yang semestinya menambah pundi-pundi PAD, diduga menguap. Hanya satu yang pasti, penilap uangnya bisa dituduh korupsi karena jelas-jelas telah memakan uang yang semestinya menjadi milik negara.
Penegak Hukum
Fakta mengejutkan terungkap saat DPRD Kota Cirebon membentuk Pansus Raperda Pemakaman. Saat itu ada pengembang yang mengaku telah menyerahkan dana kompensasi TPU buat pemerintah melalui REI (Real Estate Indonesia) Cabang Cirebon. Pengakuan tersebut disampaikan pengembang dari Pegambiran Residence.
Realitas di atas dibenarkan Ketua Pansus Pemakaman DPRD Kota Cirebon, Taufik Pratadinata. Menurut politisi PKS ini, pihaknya sudah melakukan penelusuran di lapangan dan menemukan fakta-fakta baru terkait ketidakjelasan dana kompensasi dari pengembang.
“Memang betul kami mendapatkan informasi dari pengembang langsung kalau mereka sudah membayar dana kompensasi TPU dan itu telah diberikan ke pihak REI,” katanya.
Pihaknya mengaku telah menghubungi REI, tapi mereka kerap mangkir meski diundang Tim Pansus untuk memberikan klarifikasi terkait tudingan negatif yang selama ini dialamtkan kepada organisasi bersangkutan.
“Kita sudah kesal terhadap pihak REI yang tidak kooperatif terhadap pemanggilan kami. Padahal tujuan kami baik, hanya untuk meminta keterangan mengenai penjelasan penggunaan anggaran itu,” kata Taufik
Dengan tidak adanya kejelasan dari pihak REI, sambung dia, ini akan melahirkan prasangka negatif yang harus segera ditepis. Terutama penggunaan anggaran dari setiap pengembang yang diperkirakan mencapai ratusn juta bahkan miliaran rupiah, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ke publik.
Anggota DPRD lainnya, Iding Hendriana, mengatakan, jika pihak REI tetap bersikukuh tidak hadir untuk memberikan keterangan, maka pihaknya berencana membuat surat rekomendasi buat aparat penegak hukum agar melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi dana kompensasi TPU.
Pada bagian lain Iding memaparkan, pengembang diwajibkan penyediakan fasos dan fasum. Khusus untuk areal pemakaman, penyediaannya disesuaikan dengan jumlah penduduk. Misalnya di kompleks berpenduduk 10.000, harus ada TPU-nya. “Mengenai lokasinya tidak harus di areal proyek, tapi bisa dengan membeli lahan di sekitar TPU yang ada. Atau dengan cara memberikan dana kompensasi kepada pemerintah setempat,” paparnya.
Lalu apa tanggapan pemerintah terkait kasus menghebohkan tersebut? Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cirebon, Eddy K, mengaku tidak mengetahui adanya aliran dana dari setiap pengembang sebesar dua persen itu. “Mohon maaf dinas kami tidak menerima dana dari pengembang. Yang ada itu dana dari retribusi pemakaman milik pemkot seperti Makam Kedung Menjangan, Makam Sunyaragi dan Makam Kemlaten. Selain itu tidak ada,” ujar Eddy.
Memang idealnya dalam aturan, jika pengembang tidak mampu menyediakan lahan dua persen untuk TPU, penggantinya berupa dana kompensasi. Itu harus diserahkan dulu ke Pemkot Cirebon melalui dinas terkait. “Tapi kami di DKP tidak menerima dana tersebut,” katanya sembari menyarankan “KC” agar menghubungi Bappeda Kota Cirebon dan Bidang Anggaran Eksekutif/Legislatif untuk memastikan ada atau tidaknya dana kompensasi terkait.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Perencanaan dan Pembangunan Bappeda Kota Cirebon, Yoyon Indrayana menyatakan, pihaknya tidak pernah menerima dana kewajiban dari setiap pengembang. “Kalau wacana dua persen itu sudah sejak lama digulirkan oleh Pemkot Cirebon. Namun dalam realisasinya tidak jelas. Alasannya kami juga kurang mengetahui secara pasti,” ujarnya.
Dibantah
Dihubungi secara terpisah, Ketua REI Cabang Cirebon, Surya Wijaya membantah tudingan miring yang dialamatkan kepada organisasinya. “Kami tidak pernah menerima dana fasos dan fasum dari pengembang terkait dana TPU. Itu tidak benar,” kilahnya.
Surya hanya mengaku telah menyalurkan dana fasus dan fasum sesuai dengan peruntukkannya, tapi bukan untuk TPU. “Mohon maaf kami tidak mengelola atau mengkoordinir dana dari pengembang. Silahkan saja cek satu persatu,” katanya.
Tapi saat “KC” melakukan penelusuran di lapangan, ternyata paparan Ketua REI itu bertolak belakang dengan keterangan seorang pengembang. “Sebagai pengembang kami sudah membayar kewajiban lahan untuk fasos dan fasum. Untuk dana dua persen (kompensasi TPU) itupun sudah kami berikan ke REI selaku koordinator pengembang di wilayah Cirebon,” ujar salah seorang pengembang yang meminta namanya dirahasiakan.
Dijelaskannya, dana kompensasi itu sudah lama diberikan olehnya ke REI dengan nilai cukup fantastis, karena lahan yang dikembangkannya cukup luas. “Kami juga tidak tahu dana itu dipergunakan untuk apa, yang pasti kewajiban kami sudah diserahkan kepada REI,” tukasnya.
Saat ditanya mengapa lahan yang dikembangkannya tidak memiliki TPU, sumber tadi mengatakan, karena pada umumnya warga yang tinggal di sebuah kompleks perumahan, merasa keberatan jika tempat tinggalnya memiliki TPU dengan alasan yang beragam.
“Mungkin hampir mayoritas perumahan yang ada saat ini tidak memiliki TPU. Sebagai penggantinya, pengembang biasanya memberikan dana kompensasi melalui koordinator di wilayahnya,” ucapnya.
Atas semua persoalan di atas, Ketua LSM Suara Kami, Deni Yulian ikut bicara. Katanya, lemahnya pengawasan terhadap belasan bahkan puluhan pengembang perumahan yang tidak melaksana kewajibannya menyediakan fasum dan fasos, tak terkecuali TPU, menandakan buruknya kinerja Pemkot Cirebon melalui dinas terkait.
Jika fungsi pengawasan dan kontrol berjalan efektif, dugaan menguapnya dana kompensasi TPU tidak mungkin terjadi. “Ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera diselidiki oleh aparat penegak hukum,” tuturnya.
Apabila dana tersebut nantinya terbukti disalahkan gunakan, katanya, itu bisa diakibatkan adanya tindakan sejumlah olnum aparat yang dengan sengaja mengabaikan hukum. “Pasalnya, dalam aturan lain disebutkan penyerahan lahan untuk keperluan TPU kepada pemerintah daerah dilaksanakan pada waktu pengajuan site plan,” paparnya.
Akhirnya, sekarang masyarakat sedang menunggu sikap aparat penegak hukum untuk segera bertindak. Tak hanya agar masyarakat yang masih hidup tenang, namun agar arwah orang-orang yang telah lama meninggalpun tenang di alam kuburnya. ***
Tim Pelipt: Epih Pahlavi, Jejep Palahul Alam dan Toni. Koordinator: Raharja

Sumber: Harian Umum KABAR CIREBON; Nomor 314 Tahun I, Selasa 12 April 2011. Hal 9 Benang Merah

Tags

BLOG ARSIP

BIAYA IKLAN

BIAYA IKLAN
=== Terima Kasih atas partisipasi Anda dalam membangun kemitraan dengan kami ===

INDRAMAYU POST

Blog Archive

PROFIL

REALITA NUSANTARA Email: realitanusantara@yahoo.com

Pengurus SWI

Pengurus SWI
DEWAN PIMPINAN CABANG SERIKAT WARTAWAN INDONESIA (SWI)