REALITA NUSANTARA – ONLINE. CIAMIS
Ciamis, Medikom – Ada apa dengan Kepala BBWS Citanduy Syahrial Ahmad ST MSc. Apakah kemampuannya hanya menghindar dan melemparkan tanggung jawab ke bawahannya? Faktanya, Syahrial Ahmad malah terkesan menghindar saat hendak dikonfirmasi wartawan, baru-baru ini. Malah mencoba melimpahkan untuk ditanggapi bawahannya, yakni Kabid Pelaksana jaringan Pemanfaatan Air, Ir Fathorracham Dipl HE. Diduga dirinya merasa terpojok dan tak siap menanggapi adanya dugaan proyek di lingkungan BBWS Citanduy tahun anggaran 2011 hanya dikuasai kontraktor tertentu. Hal tersebut pernah dimuat Medikom pada edisi 415, dengan judul “Proyek di BBWS Citanduy Diduga Dikuasai Kontraktor tertentu”.
Sikap itu pun mendapat kecaman keras, bukan hanya dari kalangan pers, tapi termasuk tokoh masyarakat dan beberapa rekanan yang biasa mengerjakan proyek di BBWS yang beralamat di Dobo, Kota Banjar, Jawa Barat.
Dugaan mereka menguat, jangan-jangan benar ada permainan dalam proses lelang maupun penunjukkan. “Jangan sampai penyelenggaraan program maupun proyek yang dilaksanakan itu sulit untuk diketahui publik,” ujar Dino, nama singkatan seorang yang biasa mengerjakan proyek dan mengamati kegiatan di BBWS Citanduy.
Sikap tertutupnya menimbulkan curiga besar di publik. Diduga ada ketidakberesan dalam melaksanakan program tahun anggaran 2011. “harusnya selaku pimpinan yang baik, demi tujuan pelayanan yang, haruslah bisa menghargai dan memberikan respons positip pada setiap yang membutuhkan,” sesal Dino.
Tim Medikom yang sebelumnya disuruh menunggu (hingga berjam-jam dengan alasan sedang rapat tertutup dengan pihak pejabat BBWS tertentu). Syahrial Ahmad dengan mudah melemparkan untuk ditanggapi oleh Fathorracham, selaku kabid.
Ir Fathorracham Dipl HE, yang mendapat mandat langsung dari Kepala BBWS guna menjawab pertanyaan tim Medikom, Selasa (3/5), di ruang kerjanya, malah mengajak beradu argumen membedah UU nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Seakan (pura-pura) tidak tahu maksud dan kedatangan wartawan ---meski menggenggam Medikom Edisi 415--- Fathorracham tiba-tiba mengatakan. “Bukannya Anda itu sudah kenal dengan beberapa PPK di lingkup BBWS. Kenapa memuat berita seperti ini?” Dengan perkataan lirih dia menyiratkan jika wartawan itu seharusnya bermitra.
Pada kesempatan itu dia pun berargumen bahwa UU Nomor 14 Tahun 2008 baru sebatas UU, belum ke PP hingga ke peraturan yang terendahnya. Meski sudah jelas dalam UU Nomor 14 tahun 2008 bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang serta merupakan ketahanan nasional. Sedang untuk memperoleh informasi merupak hak asasi manusia dan keterbukaan publik salah satu ciri penting negara yang demokratis. “Itu belum ke PP, dan untuk membahasnya harus ada PP-nya, atau aturan yang lebih rendah lagi,” kata Fathorrachman.
Sedang soal anggaran tahun 2011 serta kegiatan apa saja, fathorrachman melah mengatakan, “Kalau anda ingin data, silahkan saja download di internet, melalui situs www.pu.co.id. Semua ada di situ!”
Maka tetap “jauh panggang dari api”. Tetap tidak mau dirinya membahas soal kuatnya dugaan proyek di lingkup BBWS khususnya di Bagian Sungai dan Pantai, yang melalui paket penunjukkan, hanya dikuasai kontraktor tertentu.
Sebagaimana diuraikan dalam pemberitaan, pengadaan barang/jasa di Bagian PPK Sungai dan Pantai melalui penunjukan, diduga hanya dikuasai kontraktor tertentu. Di antara indikasinya ialah adanya ketidakjelasan seputar paket penunjukan. Sehingga satu CV ditemukan mendapat pekerjaan di beberapa titik berbeda. Tentu ini menimbulkan kecemburuan bagi rekanan yang tidak mendapatkan pekerjaan. “Padahal, pengusaha yang biasa bermain di BBWS Citanduy itu cukup banyak,” kata beberapa pengusaha/rekanan.
Fathorrachman pun menyayangkan pernyataan PPK Sungai dan Pantai Ahmad Khomaedi, “Harusnya tidak demikian diucapkan ke pihak pers. Yang mana kepentingannya untuk kepentingan publik. Meski demikian, itu juga tetap merupakan hak dirinya dalam memberikan penjelasan ke pihak pers,” katanya.
Disinggung data pelaksanaan pekejaan guna penjelasan atas ramainya perbincangan di luar kantor BBWS Citanduy (tentang diistimewakannya kontraktor tertentu). Fathorrachman malah mempersilahkan untuk menemui Ahmad Khomaedi selaku PPK Sungai dan Pantai.
Di tempat terpisah, masih di hari yang sama, Ahmad Khomaedi yang akrab disapa Komet, di ruang tamunya, mengakui jika hal ini disebut KKN dalam menentukan pemenang/penggarap proyek penunjukan. Akan tetapi, kata Komet, KKN-nya atas dasar kepercayaan dan pengamatan pihak mereka selama ini, sehingga mengetahui rekanan mana saja yang bisa dipercaya. Jika disebut KKN, kata dia, dalam penjelasan yang seperti itu. “Tidak untuk mencari keuntungan pribadi maupun sesaat, melainkan atas dasar kepercayaan sebelumnya yang biasa mereka kerjakan,” tegasnya.
Saat diminta data yang lebih otentik, Komet keberatan, sebab menjadi tanggung jawabnya selaku PPK Bagian Sungai dan Pantai tahun anggaran 2011. Khomaedi hanya bisa memperlihatkan data lembar pekerjaan swakelola TA 2011 SNVT PJSA Citanduy, dengan syarat tidak diperbolehkan dibawa. Demi keakuratan data serta untuk pemahaman publik, akhirnya wartawan sedapat mungkin menyalinnya.
Di kalangan pengusaha, beberapa tokoh masyarakat dan pemerhati-pemerhati anggaran/proyek pemerintah, mengatakan bahwa apa yang diberitakan Medikom memang begitu adanya. “Sebenarnya. Apa yang diberitakan Medikom itu memang begitu adanya, bahwa pengerjaan proyek di Bagian SP (Sungai dan Pantai) itu, memang sarat pengerjaan proyeknya dikuasai kontraktor tertentu,” kata seorang diantaranya, berinisial Ber.
Bahkan dirinya sempat mengatakan satu CV mengerjakan lebih dari tiga proyek. Entah bagaimana alur mekanisme yang ditempuh dalam penentuan pemenang, dirinya masih belum jelas.
Ber melanjutkan, meski pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana di aturan Perpres 54 tahun 2010, bahwa pengerjaan dengan nilai kontrak di atas Rp 50 juta – di bawah Rp 100 juta, mekanisme pemilihannya pun tetap pakai sistem lelang (Herz)***