REALITA NUSANTARA – ONLINE. BEKASI
Bekasi, SNP – Persaingan usaha dikalangan pebisnis merupakan hal yang wajar. Tapi jika persaingan menghalalkan segala cara, dapat diartikan sebagai pembunuhan krakter atau kelangsungan perusahaan. Konon, eratnya hubungan usaha dengan pihak ketiga, kalangan pengusaha sering terbawa arus terhadap kebijakan pihak ketiga sehingga mempengaruhi integritas diri yang ujung-ujungnya merusak aspek sosial masyarakat.
Fenomena seperti ini cenderung menjadi perbincangan menarik, khususnya dikalangan pengusaha jasa pemborongan (kontraktor) pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sedikitnya dua (2) kali dalam setahun pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi ajang persaingan dikalangan kontraktor. Kelengkapan dokumen perusahaan dan kemampuan menyusun penawaran harga merupakan syarat yang harus dipenuhi.
Sejak pengumuman pengadaan barang dan jasa pemerintah itu bergulir, hingga tahapan Aanwzhing dan pemasukan surat penawaran harga (lelang) berlangsung, harap-harap cemas menanti keputusan Direksi (Pejabat Pembuat Komitmen) atas calon pemenang yang diusulkan yang diusulakan panitia lelang nampaknya terus menyelimuti perasaan sejumlah rekanan kontraktor, khususnya pemodal pas-pasan.
Hasil bincang-bincang dengan sejumlah kontraktor, yang disebut modal bukan sendiri se-mata modal belanja barang. Tapi biaya tak terduga alias uang siluman sebagai pelicin memuluskan penawaran katanya sudah menjadi tradisi yang membudaya di Pemkot Bekasi.
Menurut sejumlah kontraktor yang enggan disebut namanya, untuk mendapatkan satu paket proyek (agar diplot), kontraktor harus bersedia menyetor uang pelicin sebesar 13% dari pagu (OE) proyek kepada Direksi.
“Sejak APBD disahkan, rekan-rekan sudah kasak kusuk, sebagian ada yang dapat informasi dari orang dalam agar si rekanan menyetor uang sambil menunjuk paket yang akan diplot. Bukan rahasia umum lagi, fee Direksi (13%) harus disetor terlebih dahulu kepada pemangku kebijakan agar paket yang diinginkan diplot. Kalau tidak, jangan diharap paket proyek yang kita tawar dapat kita menangkan,” ujarnya mengaku prihatin atas tradisi ini.
Setelah pengumuman hasil lelang, katanya, sebelum penandatanganan surat perintah kerja (SPK), fee PPK (2%), PPTK (1%), Peltek (0,75%), dan pengawas (0,75%) harus diserahkan sebagaimana tradisi yang telah membudaya di Pemkot Bekasi. Bagi pemilik modal besar katanya tidak masalah mengeluarkan uang siluman 20-30% karena hal tersebut juga akan mempengaruhi terhadap pengawasan dilapangan, sehingga untuk memperoleh untung 20-30% juga tidak sulit bagi oknum-oknum kontraktor.
Cost diluar ketentuan umum belum berakhir disitu, ujar rekanan menambahkan, penandatanganan Berita Acara (BA) ketika termin juga menelan biaya yang tidak sedikit. 19 meja yang berkompoten memaraf dan menandatangani BA harus ada uang pelicin yang nilainya bervariasi. Kalau BA yang diajukan tidak ada amplop (uang pelicin), akan dipersulit dengan berbagai alasan.
Diluar ketentuan dengan fisik
Dinas di Pemkot Bekasi misalnya, tambah salah seorang rekanan kontraktor, proyek yang nilai kontraktraknya sekitar Rp 100 juta makan biaya uang pelicin saat penandatanganan BA minimal Rp 2,5 juta. Jika nilai kontrak kegiatan pemborongan tiga (3) kali lipat, maka biaya siluman juga bisa tiga kali lipat. Artinya nilai Rp 300 juta, biaya penandatanganan BA sekitar Rp 7,5 juta dan seterusnya.
Uang pelicin itu katanya diberikan kepada, masing-masing: Pembantu Pengawas Lapangan Rp 50.000,- Pengawas Rp 50.000,- Peltek Rp 100.000,- PPTK Rp 100.000,- Paraf Kasi Wasdal Rp 100.000,- Kabid Wasdal Rp 200.000,- PPK Rp 200.000,- Bendahara Dinas Rp 200.000,- Bagian SPMU di Dinas Rp 50.000,- Paraf KTU Dinas Rp 200.000,- dan Kepala Dinas Rp 200.000,-
Diluar Dinas teknis, masing-masing: Kabag Keuangan dan Kabid Perbendaharaan Dinas PPKAD masing-masing Rp 200.000,- plus 2 orang staf bidang verifikasi data dan bagian komputer masing-masing Rp 50.000,- Kasi Ekbang Rp 100.000,- Kabag Ekbang Rp 200.000,- Asda II Rp 200.000,- jika nilai proyek Rp 100 juta, dan jika lebih, berarti uang pelicin juga akan semakin membengkak, dokumen lelang sebelum Aanwzhing juga katanya harus bayar yang nilainya bervariasi sesuai OE proyek.
Berdasarkan penuturan sumber tersebut, uang diluar ketentuan jika diakumulasi dalam bentuk persentase, setidaknya 20% akan mempengaruhi fisik proyek. Belum lagi bayar suku bunga dan provisi Bank atas pinjaman agunan SPK sejumlah rekanan kontraktor. Besaran biaya siluman itu nampaknya akan berdampak buruk terhadap fisik jasa pemborongan.
Jadi pertanyaan, kenapa serah terima kegiatan bisa mulus sementara kontraktor sudah mengeluarkan cost diluar ketentuan yang tidak sedikit. Apakah mereka (kontraktor-Red) siap merugi. Mustahil kalau rekanan mau bekerja untuk rugi. Lalu bagaimana cara kontraktor mengganti biaya-biaya siluman tersebut. Ada dua sisi kemungkinan yang perlu yang perlu disikapi, pertama, fisik dilapangan bisa sesuai dengan spek teknis karena OE memang dimarkup. Atau sebaliknya, fisik tidak sesuai spek teknis tapi diloloskan.
Fenomena ini nampaknyaperlu mendapat perhatian serius dari DPRD khususnya Kejaksaan, karena dijika pengakuan ini disimak, maka pengadaan barang dan jasa pemerintah Kota Bekasi, sangat rentan merugikan Negara. Kalau bukan fisik yang tidak sesuai spek, kemungkinan OE sudah dimarkup, kemudian bagaimana tupoksi konsultan yang juga dibiayai dari APBD. R.03***
Sumber: Harian Umum SWARA NASIONAL POS; Edisi 348 Thn X 22-28 November 2010; Hal 1
Dikutip Oleh: Realita Nusantara Online***
Foto-foto: Ist***